Selasa, 23 Februari 2010

Meninjau Kembali Gerakan Religio-Politik Islam

Meninjau Kembali Gerakan Religio-Politik Islam

Ditulis Oleh: DR.Hamid Fahmy Zarkasyi

Pada tanggal 15-17 Oktober yang lalu Japan International Institute of International Affairs (JIIA) mengadakan simposium tentang Islam in Asia, Revisiting the Socio-Political Dimension of Islam. Acara ini khusus untuk menyoroti fenomena bergeliatnya politik umat Islam di Asia, pasca peristiwa dramatis 11 september 2001.

JIIA mengundang berbagai tokoh dari umat Islam yang dapat mewakili cara pandang umat Islam kebanyakan di masing-masing Negara. Simposium dibagi menjadi tiga sesi: Pertama tentang dimensi politik dalam Islam dalam kaitannya dengan demokrasi, sekularisme dan peraturan perundang-undangan (Rule of Law). Kedua meninjau peran dan partisipasi organisasi, kelompok dan partai Islam dalam politik negara yang memfokuskan pada studi kasus gerakan, organisasi dan kelompok Islam di beberapa Negara dengan fokus Indonesia, Mesir dan Singapore. Dan terakhir membahas tentang tingkat moderasi Muslim termasuk meninjau kelompok-kelompok radikal dan ekstrim dalam masyarakat Muslim.

Diskursus dalam simposium ini diarahkan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok dalam gerakan politik Islam baru kemudian mengkaji kelompok mana yang akan memimpin dimasa depan. Namun, dalam mengidentifikasi kelompok para peserta mempersoalkan klasifikasi umat Islam yang selama ini didominasi oleh terminologi dan stigmatisasi Barat.

IKIM (Institut Kefahaman Islam Malaysia) yang telah menjalin kerjasama dengan JIIA selama 10 tahun. Total peserta sekitar 30 orang itu terdiri dari 7 orang utusan Malaysia, 8 orang dari utusan universitas di Jepang dan 8 orang utusan Negara-negara.
Diantaranta Wakil dari Negara Tunis Prof. Abdelmajid Bedoui, dari Turki Yasar Yakis, dari Pakistan Dr. Sohail Mahmud, dari Iran Dr. Seyed Rassoul Mousavi, dari Mesir Dr. Diaa Rashwan, dari Muslim Inggeris Dr. Azzam Tamimi, dari Singapore, Dr. Syed Muhd. Kahirudin al-Juned, dari Jepang Dr.Takayuki Yokota dari Indonesia diwakili oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Direktur INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization) dan dari Amerika diwakili Dr. Angel Rabasa, Senior Policy Analiysty, Rand Corporation. LSM yang selama ini menawarkan strategi kepada pemerintah Amerika bagaimana meliberalkan negara-negara Islam. Sementara wakil dari Malaysia diantaranya terdiri dari oleh Tun Datok Seri Ahmad Sarji bin Abdul Hamid, Dr. Syed Ali Tawfik al-Attas, Prof.Dr. Mohd Nor Wan Daud, Dr. Mohd Sani Badrun dan lain-lain.

Demokrasi, Sekularisme dan Islam
Masalah yang mendasar sebelum mengkaji gerakan politik Islam adalah meninjau hubungan konseptual demokrasi, sekularisme dan Islam. Yang menjadi pertanyaan penting adalah apakah Islam dan demokrasi itu sesuai (compatible). Bagi Dr. Syed Ali Tawfik al-Attas, istilah demokrasi dan juga sekularisme yang kini mulai dipertanyakan sebagai standar kehidupan politik modern, sebenarnya membingungkan ketika harus didefinisikan. Sebab definisi pun tergantung kepada cara pandang masing-masing ilmuwan. Namun, kajian serius tentang kedua prinsip itu ujung-ujungnya adalah kebebasan dan keadilan, kesimpulan yang sama ketika orang mengkaji politik Islam, meskipun dalam pengertian yang berbeda. Namun ini tidak berarti bahwa sistem demokrasi Barat sepenuhnya sesuai dengan Islam, ungkapnya.

Dr. Azzam Tamimi, Direktur London Based Institute of Islamic Political Thought (IIPT), London, dan Dr.Sohail Mahmud, Dekan Fakultas Politik dan Hubungan Internasional di International Islamic University Islamabad Pakistan sependapat bahwa prinsip-prinsip demokrasi telah terdapat dalam politik Islam. Bahkan menurut Tamimi Barat telah memodifikasi sistim shura dalam Islam menjadi demokrasi. Hanya saja jika Syed Ali Tawfik mempersoalkan teori demokrasi Barat, Sohail memandang bahwa praktek teori demokrasi ini dalam sejarahnya selalu saja bermasalah, sehingga tidak heran jika diantara umat Islam ada yang menerima dan ada yang menolak.

Itulah sebabnya Yasar Yakis, Ketua Komisi Uni Eropah pada parlement Turki, memandang bahwa hanya sekedar adanya prinsip shura kita tidak dapat menyimpulkan bahwa Islam sesuai dengan demokrasi, sebab dalam demokrasi masih terdapat makna kebebasan, kejujuran, keterbukaan dalam pemilihan umum. Berbeda dengan ketiga pendapat sebelumnya Yakis memandang bahwa secara teoritis demokrasi dapat dilaksanakan di Negara Islam tanpa merusak ajaran agama. Hanya saja prakteknya banyak Negara-negara Islam yang bukan merupakan contoh Negara demokrasi yang baik, demikian pula banyak Negara non-Muslim yang tidak dapat menjadi contoh demokrasi. Oleh karena itu tidak adanya demokrasi tidak dapat selalu dikaitkan dengan Negara Islam.

Bergandengan dan selalu digandengkan dengan demokrasi adalah sekularisme. Setiap negara sekuler pasti demokratis, untuk menjadi demokratis suatu negara harus menjadi sekuler sebab demokrasi hanya dapat diterapkan di negara sekuler. Persoalannya sekularisme sebagai sebuah konsep juga dianggap bermasalah. Tidak seperti demokrasi, sekularisme ditolak oleh semua pembicara sesi pertama sebagai sebuah konsep yang sesuai dengan Islam. Konsep ini datang kedunia Islam bersamaan dengan istilah-istilah lain seperti modernitas, Westernisasi, dan modernisasi dalam kaitannya dengan kolonialisme.

Bagi Syed Ali, sekularisme adalah produk worldview Barat yang tidak cocok dengan Islam sama sekali. Sebab worldview Barat dan Islam kenyataannya memang sangat berbeda. Menurut Sohail sekularisme di Barat digunakan untuk memisahkan Negara dari otoritas agama, tujuannya agar kedamaian dapat dipertahankan dalam masyarakat yang plural. Dengan menganut sekularisme juga kewargaan Negara tidak ditentukan oleh agama dan kepercayaan, tapi tergantung kepada hak dan kewajiban masing-masing warganegara. Namun, kenyataannya di Negara-negara Islam sekularisme dipahami sebagai anti-agama dan anti-Islam. Mensitir Fazlurrahman, bagi Sohail sekularisme adalah “kutukan modernitas” yang menghancurkan universalitas dan kesucian semua nilai moralitas. Jadi sekularisme adalah bersifat atheistik.
Tamimi juga melihat sekularisme sebagai pembebasan politik dari otoritas agama. Kolonialis berperan sangat besar dalam menyebarkan sekularisme ini. Sebab dengan konsep ini mereka dapat memarginalkan Islam atau menyingkirkan Islam dari proses restrukturisasi masyarakat pada masa kolonial dan paska kemerdekaan. Muslim yang terpengaruh oleh ide ini jelas berpandangan bahwa agar maju, Muslim harus mengikuti Kristen. Muslim harus membatasi dirinya pada masalah-masalah spiritiualitas dan kehidupan pribadi saja. Mereka juga beralasan jika Islam dikaitkan dengan masalah sosial dan politik ia akan bertentangan dengan sains dan teknologi. Padahal, lanjut Tamimi, kajian mutakhir menunjukkan bahwa sains dan teknologi Barat bagi Muslim hanyalah bagian dari ilmu dan amal yang dapat dipelajari dan digunakan tanpa harus menghilangkan identitas keagamaan mereka.

Persoalannya kemudian apakah dengan sekularisme yang memisahkan agama dari politik kemudian suatu Negara dapat dijamin dapat menghasilkan sistim politik yang demokratis? Yasar Yakis menolak adanya kausalitas ini, artinya sekularisme tidak menjamin wujudnya demokrasi. Masyarakat uni Sovyet, contohnya, dibawah komunis adalah sekuler, namun bukan masyarakat demokratis. Sebaliknya masyarakat atau Negara yang tidak sekuler seperti Inggris tidak dapat kita katakan sebagai Negara yang demokratis, katanya. Jika suatu masyarakat dipimpin oleh pemuka agama, maka sekularisme dan demokrasi sulit dilaksanakan, karena ada perbedaan tajam antara nilai-nilai modern dan ajaran agama. Perbedaan tajam itu, katanya, karena wahyu dalam Islam tidak relevan lagi untuk dunia modern sehingga syariah (hukum Islam) perlu disesuaikan dengan nilai-nilai modern. Seperti kasus potong tangan bagi pencuri, perbedaan bagian warisan laki-laki dan perempuan dsb. jadi satu-satunya jalan untuk menghindari kontradiksi antara ajaran agama dan tuntutan modernitas adalah sekularisme. Disini Yakis, yang mengakui tidak memiliki latar belakang studi Islam, terjebak dalam pemahaman agama yang sempit.

Maka dari itu pendapat Yakis langsung mendapat tanggapan dari peserta lainnya. Menurut Syed Ali, kita seringkali salah faham bahwa begitu menyebut syariah yang terbenak dalam kepada kita hukum potong tangan, warisan, posisi wanita dsb. Padahal inti tujuan hukum Islam itu universal. Inti dari syariah dalam Islam adalah penjagaan nilai-nilai universal mengenai keadilan, kebebasan, kemanusiaan, persamaan hak, perlindungan diri, harta, nyawa dsb. Bagi Rashwan, dari Mesir, untuk menjembatani teks al-Qur’an dengan masalah-masalah kontemporer sudah tersedia alatnya yaitu ilmu Usul Fiqh (legal philosophy). Azam Tamimi sependapat dengan Rashwan menekankan bahwa persoalan di zaman modern dapat diselesaikan melalui cara ijtihad dan pintu ijtihad tidak pernah tertutup.

Jadi, karena Islam telah memiliki prinsip-prinsip sendiri yang tidak bertentangan dengan demokrasi, politik Islam tidak perlu dikaitkan dengan konsep demokrasi dan sekularisme. Namun, pertanyaan yang netral tapi cukup menyentak datang dari Kunihiko Miyake, Presiden, AOI Foreign Policy Institute, Tokyo. Menurutnya, jika hubungan konseptual antara Islam dan demokrasi bermasalah, nampaknya kita tidak perlu mendiskusikannya. Dan kritikan Barat terhadap politik Islam juga banyak yang tidak relevan. Anggap saja demokrasi adalah jalan atau sarana, tapi masalahnya sekarang bagi Muslim adalah bagaimanakah dalam sistim Islam sendiri masyarakat dapat mengoreksi kesalahan penguasa. Bagi Rasoul Mousavi, Direktur Center for Studies of Central Asia and Caucasus, Iran, Muslim dapat menerapkan demokrasi sekuler atau religious. Realitasnya di negara-negara Islam demokrasi dengan pengertian yang berbeda-beda dapat berjalan dan dengan itu memungkinkan bagi Muslim untuk mengoreksi penguasa. Mungkin, maksud Mousavi adalah demokrasi dapat dilaksanakan dalam perspektif Islam.

Gerakan politik Islam
Lalu bagaimanakah gerakan politik Islam berpartisipasi dalam proses demokrasi? Tiga Negara yang menjadi sorotan JIIA untuk di kupas secara khusus adalah Indonesia, Singapore dan Mesir. Penulis mendapat tugas untuk memaparkan fenomena kebangkitan politik Islam di Indonesia dan gerakan-gerakan yang dianggap radikal dan ekstrim. Sementara Dias Rashwan mengupas mengenai gerakan Islam di Mesir, khususnya Ikhwan Muslimun, sedangkan Kahiruddin al-Juned membahas mengenai gerakan Muhamadiyah di Singapore. Kebangkitan politik Islam di Indonesia paska Orde Baru penulis lacak pertama-tama dari fenomena global kebangkitan Islam. Kemudian dari dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan depolitisasi umat Islam Orde Baru yang opressif, dan dukungan terhadap ide pembaharuan yang membawa gagasan sekularisasi dan rasionalisasi.

Dari akibat fenomena global, Muslim Indonesia mengalami peningkatan kesadaran keagamaan yang cukup tinggi, wanita berjilbab bertambah, shalat Jum’at di masjid-masjid penuh, ceramah kultum di kantor-kantor menjamur, jumlah media massa Islam meningkat dsb. Sementara dampak dari depolitisasi umat Islam dan juga mahasiswa Islam justru membangkitkan gerakan bawah tanah. Gerakan mahasiswa berpindah dari student center ke masjid-masjid dalam bentuk kelompok kajian. Sementara ormas-ormas Islam yang selama Orde Baru ditekan menahan diri untuk tidak berpolitik, tapi ada pula yang bersifat gerakan bawah tanah (underground) dan bahkan ada yang menjadi ekstrim dan radikal.

Gaya pemerintahan Orde Baru yang opressif dan sekularistis justru menelorkan beberapa fenomena menarik: pertama bangkitnya partai-partai politik Islam seperti PKS, PBB, PAN, PKB, PBR dsb., suatu yang tak terbayangkan di zaman Orde Baru. Ini juga merupakan bukti bahwa slogan Nurcholish Madjid tahun 70 an “Islam Yes Partai Islam No” tak dapat dipertahankan lagi, artinya sekularisasi telah gagal. kedua tumbuhnya gerakan-gerakan sosial Islam yang datang dari kampus dan masjid-masjid, seperti Lembaga Dakwah Kampus (LDK), FPI, Hizbuttahrir, KAMMI dan sebagainya. Juga timbulnya gerakan-gerakan jihad seperti Majelis Mujahidin Indonesia, Laskar Jihad dan sebagainya. Dan ketiga timbulnya gerakan liberalisasi yang merupakan kelanjutan proyek sekularisasi yang gagal.
Penulis kemudian membuat klassifikasi gerakan berdasarkan cara pemahaman terhadap Islam menjadi dua: Liberal dan non-liberal. Gerakan liberal diprakarsai oleh Jaringan Islam Liberal dan LSM yang sealiran dalam bidang pluralisme, feminisme dan gender, kebebasan, dan sebagainya. Sedangkan non-Liberal adalah organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad dan lain sebagianya yang telah ikut berjuang mendirikan republik ini bersama dengan penganut agama lain dengan tingkat toleransi yang sangat tinggi. Kini kelompok non-liberal bertambah dengan tumbuhnya partai-partai politik seperti PKS, PBB, PAN, PKB, PBR dsb. Akhirnya penulis memprediksikan bahwa dimasa depan politik Islam akan berada di tangan kelompok non-liberal dan bukan kelompok radikal atau liberal.

Angel Rabasa dari Rand Corporation Amerika Serikat, memuji sistimatika paparan penulis hanya saja ia tidak setuju dengan kesimpulannya dan mempertanyakan klasifikasi liberal dan non-liberal. Penulis jelaskan bahwa Liberal mendahulukan konteks, sedangkan non-liberal bervariasi ada yang mendahulukan teks, ada yang mendahulukan teks tapi menggunakan akal, ada yang seimbang antara teks dan konteks. Namun dari kelompok non-liberal terdapat kelompok yang tekstual yang diantaranya cenderung bersikap ekstrim dan radikal. Maka dari itu terdapat dua kutub ekstrim disini, pertama kelompok yang terlampau tekstual dan kelompok yang terlalu kontekstual yaitu liberal. Namun non-liberal masih dalam domain worldview Islam, sedangkan liberal telah dihegemoni oleh worldview Barat postmodern. Kondisinya kini kelompok liberal berhadapan dengan kelompok non-liberal yang tekstual maupun yang tekstual-rasional-kontekstual. Konflik menjadi memanas ketika diketahui bahwa kelompok liberal mendapat dukungan dana besar dari Negara Amerika Serikat dan Negara Barat lainnya. Jika dukungan ini terus berlangsung dimasa depan, maka akan terjadi konflik yang berbahaya dan akan memunculkan kebencian umat Islam Indonesia terhadap Amerika Serikat.

Professor Hisae Nakanisihi dari Universitas Osaka mengejar dengan pertanyaan sejauh mana perbedaan liberal dan non-liberal sehingga saling berhadapan begitu serius. Penulis jawab dengan hanya satu contoh yang kini gencar di promosikan pejuang gender bahwa menurut penafsiran kelompok liberal homoseksualisme dan lesbianisme dibolehkan dalam Islam. Pandangan ekstrim yang tentu bertentangan dengan pendapat mayoritas umat Islam dan bahkan umat manusia. Jawaban ini ternyata cukup mengejutkan para peserta, khususnya dari utusan Negara-negara Islam.
Dari jawaban penulis ini akhirnya Sohail, Tamimi, Badoui dan Wan Mohd Nur menganggap masalah campur tangan AS kenegara-negara Islam sebagai sesuatu yang negatif. Persoalannya campur tangan AS bukan hanya masalah politik tapi sudah masuk dalam masalah pemikiran, khususnya dalam memahami konsep-konsep penting dalam bidang sosial, politik dan bahkan keagamaan. Kerancuan konsep akan mengakibatkan kesalah fahaman terhadap Islam. Hanya karena mendukung prinsip demokrasi, kata Wan Daud, Muslim didorong untuk mengakui kebenaran agama lain. Ini adalah suatu kesalah fahaman akibat kesalahan konsep yang tidak semestinya terjadi. Sedangkan bagi Tamimi karena kesalahan memahami standar moderasi telah mengakibatkan kesan pada orang Barat bahwa semua Muslim adalah radikal, fundamentalis dan teroris.

Pertanyaan penting yang jawabannya ditunggu pihak JIIA adalah di tangan kelompok manakah masa depan politik Islam? Jawabannya hampir serempak ditangan kelompok moderat, yaitu kelompok Muslim mayoritas di negara-negara Islam. Tidak ditangan liberal ataupun ditangan radikal. Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai konsep moderasi. Siapakah kelompok moderat itu?

Moderasi Muslim
Makna istilah moderat sebenarnya menjadi rebutan. Terdapat sedikit perbedaan dikalangan cendekiawan Muslim tentang istilah ini, namun terdapat perbedaan tajam antara cendekiawan Muslim kebanyakan dan peneliti Barat. Diaa Rashwan, Direktur Program for the Study of “islamis” Movement al-Ahram Center for Politic and Strategic Studies, Kairo, membuat klasifikasi berdasarkan gerakan. Klasifikasinya juga sangat simple: “moderat vs ekstrim”, “radikal vs damai”. Baginya gerakan-gerakan kelompok Islam yang oleh Barat disebut “islamis” itu sebenarnya adalah gerakan sosial politik Muslim yang menganggap kerja mereka berada dalam masyarakat Muslim yang memerlukan kebijakan politik berdasarkan platform syariah. Sedangkan gerakan keagamaan Muslim yang disebut “jihadi”, “salafi”, “takfiri” atau lainnya itu lebih fokus pada masalah keimanan dan kepercayaan, dan menganggap masyarakat dimana mereka hidup sebagai tidak Islami. Akhirnya kelompok ini berjuang untuk meng-Islamkan masyarakat baik melalui pengajaran ataupun usaha-usaha dakwah atau berperang. Bagi kelompok ini politik tidak penting, karena ia adalah sarana bukan tujuan.
Dengan klasifikasi ini Rashwan meletakkan gerakan Ikhwan Muslimun kedalam kategori gerakan sosial politik dengan platform Islam dan bukan gerakan keagamaan yang menekankan pada masalah keimanan. Maka dari itu gerakan ini tidak mempersoalkan keislaman individual atau masyarakat, tapi berjuang untuk menggerakkan masyarakat Muslim dan Negara Muslim sesuai dengan platform hukum Islam. Namun, Rashwan segera menggaris bawahi bahwa gerakan keagamaan seperti jihadi, salafi dan takfiri itu pada mulanya tidak radikal dalam pengertian Barat. Radikalisme hanyalah kelompok kecil dalam gerakan keagamaan seperti salafi atau lainnya dan bukan dalam semua gerakan keagamaan. Sedangkan moderat dalam gerakan Islam tidak selalu berarti menerima ide-ide dari Barat, tapi lebih menempuh jalan hikmah.

Berbeda dari Dia Rashwan, Angel Rabasa membuat definisinya sendiri tentang makna moderat yang khas Barat. Sebelumnya ia membedakan antara “islamis” dan “moderat”. “Islamis” adalah gerakan politik Islam berdasarkan interpretasi salafi. Gerakan untuk memobilisasi kekuatan politik dan ideologi politik. Sedangkan moderat adalah gerakan yang tidak berusaha untuk merekonstruksi masyarakat agar sejalan dengan idealisme masa lalu yang diidamkan, tidak menyesatkan atau menindas suatu sistim kepercayaan yang berbeda atau merasionalisasikan penggunaan kekerasan terhadap mereka yang dianggap kafir. Yang lebih penting lagi menurut Rabasa moderat adalah mereka yang mendukung demokrasi, persamaan gender, HAM, kebebasan beragama, menghormati perbedaan, menerima sumber hukum yang tidak berasal dari agama atau mazhab tertentu, dan yang paling penting adalah menentang terrorisme dan kekerasan yang tidak mendasar.

Definisi Rabasa segera mendapat sanggahan dan karena itu Prof. Keiko Sakai dari Department of Foreign Studies, Tokyo University mempertanyakan siapa sebenarnya yang berhak menentukan definisi. Nampaknya ia melihat ada perebutan definisi moderat antara Islam dan Barat mengenai definisi moderat. Penulis segera merespon pertanyaan Sakai, bahwa moderat atau tidaknya suatu sikap dalam kaitannya dengan Islam harus dilihat dari bagaimana ia memperlakukan teks dan bersikap pada konteks. Moderasi adalah keseimbangan antara teks dan konteks. Masalahnya dalam standar politik definisi moderat terlalu berpihak pada konteks politik dan melupakan teks. Juga dalam bidang sosial keagamaan, seperti kasus Aminah Wadud sholat Jum’at di gereja bukan pengamalan dan pemahaman berdasarkan teks, tapi praktek keagamaan yang terlampau kontekstual hanya untuk merespon faham gender dan feminisme Barat sehingga melupakan teks.

Rashwan setuju dengan tolok ukur penulis dan ia menambahkan bahwa radikalisme baiknya dikaitkan dengan politik saja, ekstrimisme dikaitkan dengan keagamaan dan politik, sedang konservativisme adalah bersifat sosial dan lebih baik dikaitkan dengan masalah internal umat. Penulis juga mengkritik standar moderasi yang ditentukan oleh Rabasa, karena hanya merujuk kepada konteks gerakan politik masa kini dengan konsep-konsep yang didominasi Barat. Jika merujuk kepada konsep-konsep Islam pengertian moderat itu tentu akan berbeda. Sebab Islam memiliki definisinya sendiri mengenai HAM, kebebasan beragama, hak-hak wanita dan lain sebagainya.
Bagi Sohail, sifat moderat tidak perlu didefinisikan, karena ia adalah watak Islam itu sendiri yang dimasa lalu menyebar ke Asia Selatan dan Tenggara. Jika Islam yang tersebar waktu tidak moderat tentu tidak akan sampai ke kawasan itu. Namun, Wan Mohd Nor menyela, definisi istilah penting harus merujuk kepada otoritas dimana masyarakat itu berada. Dan tidak wajar jika didefinisikan oleh outsider, al-Biruni contohnya, ketika dia menulis tentang agama Hindu, ia berkonsultasi kepada pemuka-pemuka Hindu tentang ajaran agama itu.

Secara kebetulan pendapat Prof. Wan sejalan dengan atau dikuatkan oleh pendapat Prof. Badoui Abdelmajid, guru besar Peradaban Arab-Islam pada Higher Training School di Tunis. Dalam makalahnya yang secara khusus mengkaji Islam dan moderasi itu ia menegaskan bahwa moderasi adalah esensi Islam itu sendiri. Moderasi dapat disifati dengan stabilitas dan perubahan. Stabil dikaitkan dengan masalah keimanan sedangkan perubahan berkaitan dengan interaksi sosial yang memang terus berubah. Ajaran untuk bersikap moderat dalam Islam terdapat dalam hal keyakinan, ibadah, hubungan sosial dan dalam kehidupan nyata. Inilah yang menjadi tolok ukur moderasi dalam kaitannya dengan gerakan sosial dan politik Islam.

Radikalisme
Istilah dan gerakan yang memiliki daya tarik tinggi adalah radikalisme dan ekstrimisme. Sebenarnya radikalisme adalah fenomena global dan tidak hanya berkaitan dengan Islam. Dalam agama Kristen terdapat gerakan radikal, dalam agama Hindu perusak masjid Babri di India adalah Hindu radikal dan dalam agama Yahudi, pembunuh Isaac Rabin adalah Yahudi radikal. Begitulah Seyed Rasoul Musavi memulai presentasinya.
Ia kemudian membagi pemahaman terhadap radikalisme kedalam tiga pendekatan: tekstual dan situasional. Pendekatan tekstual, menurutnya, adalah pemahaman terhadap teks Al-Quran secara tekstual sehingga mengakibatkan sikap radikal, dan ini merujuk kepada kelompok Salafi. Situasional maksudnya radikal yang disebabkan oleh situasi umat Islam karena pengaruh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal adalah kondisi politik Islam yang oppresif sedangkan eksternal adalah campur tangan Barat kedalam ranah politik Islam. Karena pengaruh ekternal inilah gerakan radikal yang bersumber pada nasionalisme, liberalisme maupun sosialisme yang kesemuanya sekuler wujud didunia Islam. Radikal dalam membela atau menolak Barat.
Kita dapat saja mengalahkan berbagai jenis gerakan radikal di atas, kata Mousavi tapi kemudian akan timbul gerakan lain yang serupa atau yang lebih berbahaya. Solusi yang ditawarkan Musavi cukup menarik, yaitu Barat, khususnya Amerika Serikat (AS), perlu merubah kebijakan, pola fikir dan perilaku mereka. Jadi, pendudukan, invasi, sanksi-sanksi dan intervensi harus diakhiri.

Sejalan dengan pandangan Mousavi, Prof. Wan Mohd Nor melacak sumber radikalisme dari faktor internal dan ekternal. Yang internal disebabkan oleh de-tradisionalisasi dan de-sufisasi dalam diskursus keislaman dan etika, serta hilangnya otoritas keagamaan dan politik, sedangkan yang eksternal dipicu oleh problem-problem umat Islam seperti masalah Palestina, Thailand Selatan, Filipina Selatan, Asia Tengah, Kashmir. Selain itu sikap double-standard dan Islamphobia Barat terhadap Islam juga memicu sikap radikal.

Solusi yang ditawarkan Prof.Wan lebih mendasar dari Mousavi yaitu perlunya reformasi internal pendidikan umat Islam. Ini dilakukan dengan re-tradisionalisasi pendidikan Islam dan menekankan pada penguasaan dan pengamalan nilai-nilai moralitas. Jadi bukan westernisasi atau liberalisasi pendidikan Islam, karena liberalisasi justru counter-productive. Selain itu perdamaian abadi di Timur Tengah perlu diciptakan, problem Muslim minoritas juga harus diselesaikan, Barat hendaknya mendukung pemerintah yang bersih, adil dan tidak korup, jika tidak maka masyarakat akan membenci Barat.

Nampaknya, keberatan Muslim secara keseluruhan untuk dikaitkan dengan radikalisme dan ekstrimisme dapat diterima peserta. Keiko Sakai setuju agar kita tidak selalu mengkaitkan ekstrimisme dengan Islam, kita perlu memahami kasus per kasus serta faktor-faktor yang memotivasi timbulnya tindak radikal dan ekstrim. Namun, Rabasa tanpa sungkan-sungkan menuding bahwa gerakan radikal dalam Islam disebabkan oleh adanya gerakan politik keagamaan dari Mesir, yaitu gerakan Jihadi. Tudingan ini dibantah Rashwan, sebab, alasannya, gerakan Jihad di Mesir itu asalnya tidak ada konotasi radikalisme atau ekstrimisme yang menjurus kepada kekerasan fisik. Namun, setelah adanya perang Afghanistan, gerakan Jihad berkembang menjadi gerakan radikal dan ekstrim, dan apa yang terjadi di Afghanistan adalah karena hasil strategi AS. Rabasa menolak tapi Rashwan tetap bertahan dan mengklaim bahwa dia tahu banyak tentang gerakan Islam di Mesir sebelum tahun 90an.


Kesimpulan

Diskusi dalam siymposium diatas sangat penting untuk mendudukkan berbagai posisi gerakan keagamaan dan politik Islam. Peninjauan kembali stigma yang dilabelkan kepada gerakan politik Islam diharapkan dapat mengoreksi pandangan negatif Barat terhadap Islam. Artinya sebelum menjelaskan tentang keadaan sosial dan politik umat Islam serta masa depannya para pengamat perlu memahami kedudukan masing-masing kelompok dalam peta hubungan Islam dan Barat. Symposium ini cukup berhasil melakukan hal itu. Simposium dianggap sukses oleh JIIA, karena semua partisipan aktif bertukar fikiran dalam suasana dialogis yang hidup.

Nampaknya, JIIA telah memperoleh gambaran bahwa mayoritas di berbagai negara Muslim adalah moderat. Yang tidak kalah penting adalah bahwa simposium telah memberi banyak masukan kepada RAND corporation dari AS. RAND adalah salah satu think tank pemerintah AS untuk mengatur strategi penyebaran liberalisme kenegara-negara Islam pasca tragedi 11 september. Diantara masukan terpentingnya adalah bahwa AS ternyata tidak hanya menumpas teroris, tapi juga menumpas pemikiran umat Islam. Sebab ekstrimis dan radikal hanyalah segelintir orang yang perlu diwaspadai bersama.
Sebenarnya, liberalisasi yang ditebarkan AS tidak mampu meredam ekstrimis dan teroris, tapi malah menggilas keyakinan dan pemikiran umat Islam. Bagi Muslim bahaya teroris tidak sebesar bahaya intervensi AS dalam membantu kelompok ekstrim liberal. Sebab dengan program liberalisasi pemikiran keagamaan kebencian umat Islam terhadap AS menjadi semakin bertambah dan dapat mengakibatkan konflik yang lebih serius dimasa depan.

Hak dan kebebasan beragama

Hak dan kebebasan beragama
(Dalam Perspektif Islam, DUHAM dan keindonesiaan)


Ditulis: Oleh DR.Hamid Fahmy Zarkasyi


“In the modern world one concept which is most affected by the dominance of secularisme is that of freedom. The discussion of the concept of freedom in the West today is so deeply influenced by the Renaisance and post-Renaisance notion of man..that it is difficult to envisage the very meaning of freedom in the context of a traditional civilization such as Islam”.
S.H.Nasr


1. Pendahuluan
Topik kebebasan dan hak azasi manusia adalah topic yang universal, namun ia tidak berarti netral. Sebab pembahasan mengenai kebebasan dan HAM pada umumnya hanya dalam perspektif manusia yang dalam peradaban Barat telah terbentuk dalam doktrin humanisme. Humanisme sendiri selalu dihadapkan atau berhadap-hadapan dengan agama. Ini sekaligus merupakan pertanda bahwa orientasi manusia Barat telah bergeser dari sentralitas Tuhan kepada sentralitas manusia. Manusia lebih penting dari agama, dan sikap manusiawi seakan menjadi lebih mulia daripada sikap religius. Dalam situasi seperti ini topik mengenai kebebasan beragama dipersoalkan. Akibatnya terjadi ketegangan dan perebutan makna kebebasan beragama antara agama dan humanisme. Ketika humanisme memaknai kebebasan beragama standar kebebasannya tidak merujuk kepada agama sebagai sebuah institusi dan ketika agama memaknai kebebasan ia menggunakan acuan internal agama masing-masing dan selalunya tidak diterima oleh prinsip humanisme. Humanisme dianggap anti agama dan sebaliknya agama dapat dituduh anti kemanusiaan. Ketegangan ini perlu diselesaikan melalui kompromi ditingkat konsep dan kemudian dikembangkan pada tingkat sosial atau politik. Dan untuk itu agama-agama perlu membeberkan makna dan batasan atau tolok ukur kebebasannya masing-masing. Sementara itu prinsip-prinsip HAM perlu mempertimbangkan prinsip internal agama-agama. Makalah ini akan mencoba mengelaborasi makna hak dan kebebasan dari perspektif Islam, DUHAM dan perundang-undangan di Indonesia.

2. Problem Deklarasi Universal HAM
Salah satu prestasi kemanusiaan terbesar setelah Perang Dunia ke II adalah konseptualisasi dan penyebaran Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada 10 Desember 1948. Deklarasi itu, bersamaan dengan dua Kovenan Internasional yaitu International Covenant on Civil and Political Rights dan International Covenant on Economic, Social, Cultural Right tahun 1966 secara umum kemudian dikenal sebagai International Bill of Human Right. Secara umum Deklarasi dan dua Kovenan itu merupakan usaha bersama untuk mewujudkan dunia yang lebih baik, berkeadilan dan kerjasama internasional yang berguna bagi semua.
Namun dibanding dua Kovenan itu, Deklarasi itu sejak awal telah menuai banyak kritikan dan keberatan. Mungkin ini dikarenakan oleh situasi ketika Deklarasi itu disusun. Faktanya Deklarasi itu di susun oleh segelintir orang, tidak representative dan umumnya didominasi oleh orang Barat, dan ketika itu orang-orang dari Afro-Asia sedang berada dibawah penguasa kolonial. Konsekuensinya, tidak banyak ide-ide yang masuk dan diperdebatkan serta didiskusikan khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai Asia dan Afrika, lebih-lebih nilai-nilai keagamaan dari berbagai agama di dunia. Akibatnya, agama-agama itu hampir secara keseluruhannya merasa tidak puas, meskipun tidak selalu diekspresikan secara terus terang. Ketidak-puasan kedua adalah ketika orang mulai berulang ulang mendesak agama-agama di dunia untuk mendukung atau mengakomodir Deklarasi atau dokumen lain yang berkaitan dengan HAM. Latar belakangnya nampaknya adalah karena adanya asumsi bahwa agama adalah penghalang pelaksanaan dan penyebaran HAM. Agama akhirnya diletakkan secara vis a vis dengan HAM yang menekankan pada kebebasan dan keadilan.

Karena situasi itu maka tidak heran jika utusan berbagai masyarakat beragama seluruh dunia mengusulkan agar Deklarasi dan dua Kovenan itu direvisi dan syarat-syaratnya dibuat lebih adil dengan memasukkan konsep-konsep yang berdasarkan agama baik spiritualitas maupun tanggung jawab. Peluncuran acara Project on Religion and Human Right, pada bulan Juli tahun 1993 di New York merupakan tonggak penting dalam hal ini. Perkembangan selanjutnya adalah revisi Deklarasi pada ulang tahun ke 50 Deklarasi dan ulang tahun ke 50 Fakultas Religious Studies di universitas McGill, Montreal. Revisi itu menghasilkan dokumen yang disebut Universal Deklaration of Human Right by the World Religions. Acara ini dilanjutkan di berbagai tempat seperti di California, New York, Durban, Barcelona, Paris pada acara UNESCO. Dan yang terakhir adalah di Genting Highland, Malaysia pada bulan November 2002. Pertemuan terakhir itu menghasilkan usulan baru Deklarasi Universal dengan beberapa komentar yang merepresentasikan dunia agama. Ini sekedar menunjukkan bahwa Deklarasi yang dianggap “Universal” itu ternyata masih belum mengakomodir aspirasi agama-agama. Ini berarti bahwa diperlukan suatu Deklarasi yang adil, yang memberi hak dan pegakuan kepada individu dan juga kelompok khususnya institusi agama dan Negara untuk memberi makna tentang hak, kebebasan, moralitas, keadilan dan kehormatan sekaligus mempraktekkannya dalam kehidupan nyata yang beradab.

Dalam kasus diatas, sejalan dengan tuntutan agama-agama, Islam juga mempunyai persoalannya sendiri terhadap Deklarasi Universal HAM. Bagi umat Islam dan Negara-negara Islam, Deklarasi itu secara umum dapat diterima. Namun yang sejak awal menjadi masalah bagi umat Islam adalah pasal 18 yakni pasal mengenai hak beragama dan hak mengganti agama. Problem ini telah sejak awal disadari umat Islam. Konon Muhammad Zafrullah Khan dari Pakistan dan Jamil al-Barudi dari Saudi Arabia telah memperdebatkan pasal ini. Selain itu pasal 16 Deklarasi HAM tentang perkawinan beda agama juga tidak dapat diterima kalangan Muslim. Persoalan yang mengemuka kemudian hingga kini adalah apakah sikap Muslim secara individu dan kolektif terhadap pasal-pasal Deklarasi HAM yang bertentangan dengan ajaran dasar agamanya? Apakah Deklarasi HAM juga telah memberikan Muslim secara kolektif atau institusional hak dan kebebasan melaksanakan agamanya.

Selain dari sisi materi, persoalan yang lain adalah tentang kekuatan hukum Deklarasi HAM diatas. Apakah Deklarasi ini mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Terdapat sedikitnya empat pandangan dalam hal ini. Pertama, yang menganggap adanya kekuatan hukum Deklarasi tersebut secara internasional. Yang berarti mengikat seluruh anggota PBB, karena ini merupakan kelanjutan dari Charter PBB; kedua, deklarasi ini bertentangan dengan pasal 2(7) Charter PBB mengenai kedaulatan Negara. Ketiga, karena HAM dan kebebasan bukan masalah internal Negara tapi merupakan urusan internasional maka undang-undang disetiap Negara harus disesuaikan dengan norma-norma HAM. Keempat, deklarasi hanya diputuskan oleh PBB dan karena itu secara hukum tidak mengikat. Mengingat bahwa Negara-negara itu mempunyai kedaulatan dan batasannya sendiri tentang HAM dan kebebasan, maka alternatif keempat adalah nampaknya ini yang lebih cocok untuk Negara, dan mungkin juga agama-agama.

Jikapun Deklarasi itu mengikat (karena telah didukung oleh UU No.12 tahun 2005), masalahnya kini masuk kedalam penafsiran arti kebebasan dalam Deklarasi HAM dan juga Undang-undang. Dalam penafsiran mengenai HAM ini terdapat sekurangnya empat aliran pemikiran: yaitu: Pandangan Universal Absolut, Pandangan Universal Relatif, Pandangan Partikularistis Absolut, dan Pandangan Partikularistis Relatif. Menurut Prof. Muladi dan Masyhur Effendi yang sesuai dengan kondisi Indonesia maupun negara-negara dunia ketiga adalah konsep partikularistis relatif. Sebab paham tersebut dinilai lebih mengedepankan aspek nasionalisme dan lokalistik sebagai bentuk keragaman yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi dalam konstalasi penegakan HAM. Selain itu, paham ini juga menyadari pentingnya menghargai sistem hukum dan nilai masing-masing bangsa sebab bagaimanapun hakekat keberadaan suatu bangsa tercermin dari sistem nilai dan hukum yang lahir berdasarkan sense of law, justice value, dan customery law dari masyarakat itu sendiri. Jadi hukum yang baik dengan segala institusinya menurut aliran historis yang dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny tidak lain adalah sistem hukum yang terbangun dari jiwa bangsa itu sendiri. Jika kita menganut pandangan partikularistis Relatif maka makna kebebasan yang dilontarkan dalam Deklarasi HAM dapat disesuaikan dengan Negara atau institusi agama masing-masing.

3. Islam, Kebebasan dan HAM
Pada hakekatnya Islam tidak bertentangan dan Hak Asasi Manusia, ia bahkan sangat menghormati hak dan kebebasan manusia. Jika prinsip-prinsip dalam al-Qur’an disarikan maka terdapat banyak poin yang sangat mendukung prinsip universal hak asasi manusia. Prinsip-prinsip itu telah dituangkan dalam berbagai pertemuan umat Islam. Yang pertama adalah Universal Islamic Declaration of Right, diadakan oleh sekelompok cendekiawan dan pemimpin Islam dalam sebuah Konferensi di London tahun 1981 yang diikrarkan secara resmi oleh UNISCO di Paris. Deklarasi itu berisi 23 pasal mengenai hak-hak asasi manusia menurut Islam.

Deklarasi London kemudian diikuti oleh Deklarasi Cairo yang dikeluarkan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1990 (1411). Dari pendahuluan Deklarasi itu dapat disarikan menjadi beberapa poin diantaranya adalah bahwa 1) Islam mengakui persamaan semua orang tanpa membedakan asal-usul, ras, jenis kelamin, warna kulit dan bahasa, 2) persamaan adalah basis untuk memperoleh hak dan kewajiban asasi manusia, 3) kebebasan manusia dalam masyarkat Islam consisten dengan esensi kehidupannya, sebab manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan bebas dari tekanan dan perbudakan, 4) Islam mengakui persamaan antara penguasa dan rakyat yang harus tunduk kepada hukum Allah tanpa diskrimasi, 5) warganegara adalah anggota masyarakat dan mempunyai hak untuk menuntut siapapun yang mengganggu ketentraman masyarakat. Deklarasi itu terdari dari 25 pasal yang mencakup masalah kehormatan manusia, persamaan, manusia sebagai keluarga, perlunya kerjasama antar sesama manusia tanpa memandang bangsa dan agamanya, kebebasan beragama, keamanan rumah tangga, perlunya solidaritas individu dalam masyarakat, pendidikan bukan hak tapi kewajiban, perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, pembebasan masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan, dan lain sebagainya.


Keseluruhan pasal-pasal dalam Deklarasi Cairo itu dapat disarikan menjadi 5 poin:
- HAM dalam Islam diderivasi dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam manusia dianggap sebagai makhluk yang mulia. (QS. 17:70)
- HAM dalam Islam adalah karunia dari Tuhan, dan bukan pemberian dari manusia kepada manusia lain dengan kehendak manusia. (artinya, hak asasi dalam Islam adalah innate / fitrah).
- HAM dalam Islam bersifat komprehensif. Termasuk didalamnya hak-hak dalam politik, ekonomi, social dan budaya.
- HAM dalam Islam tidak terpisahkan dari syariah.
- HAM dalam Islam tidak absolute karena dibatasi oleh obyek-obyek syariah dan oleh tujuan untuk menjaga hak dan kepentingan masyarakat yang didalamnya terdapat individu-individu.

Selain itu Liga Arab pada 15 September 1994 dalam pertemuannya di Cairo Mesir, mengeluarkan sebuah Charter yang disebut Arab Charter of Human Right. Charter ini terdiri dari 39 Pasal yang menyangkut berbagai hal yang lebih lengkap dari apa yang terdapat dalam DUHAM.

Dalam kaitannya dengan kebebasan yang merupakan bagian terpenting dari hak asasi manusia, Islam dengan jelas telah memposisikan manusia pada tempat yang mulia. Manusia adalah makhluk yang diberi keutamaan dibanding makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. Ia diciptakan menurut image (Surah) Tuhandiberi diberi sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Tuhan. Selain diberi kesempurnaan ciptaan manusia juga diberi sifat fitrah, yaitu sifat kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, serta bebas dari tendensi berbuat jahat. Sifat jahat yang dimiliki manusia diperoleh dari lingkungannya. Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi (QS 2:30; 20:116). Oleh sebab itu manusia mengemban tanggung jawab terhadap Penciptanya dan mengikuti batasan-batasan yang ditentukanNya. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya itu manusia diberi kemampuan melihat, merasa, mendengar dan yang terpenting adalah berfikir. Pemberian ini merupakan asas bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan pengembangannya. Ilmu pengetahuan, dalam Islam, diposisikan sebagai anugerah dari Tuhan dan dengan ilmu inilah manusia mendapatkan kehormatan kedua sebagai makhluk yang mulia. Artinya manusia dimuliakan Tuhan karena ilmunya, dan sebaliknya ia akan mulia disisi Tuhan jika ia menjalankan tanggung jawabnya itu dengan ilmu pengetahuan.

Namun dalam masalah kebebasan hanya Tuhanlah pemiliki kebebasan dan kehendak mutlak. Manusia, meski diciptakan sebagai makhluk yang utama diantara makhluk-makhluk yang lain, ia diberi kebebasan terbatas, sebatas kapasitasnya sebagai makhluk yang hidup dimuka bumi yang memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan manusia karena pertama-tama eksistensi manusia itu sendiri yang relatif atau nisbi dihadapan Tuhan, karena alam sekitarnya, karena eksistensi manusia lainnya. Upaya untuk melampaui keterbatasan manusiawi adalah ilusi yang berbahaya. Berbahaya bukan pada Yang Maha Tak Terbatas, yaitu Tuhan, tapi pada manusia sendiri.

Kebebasan manusia dalam Islam didefinisikan secara berbeda-beda oleh ahli fiqih, teolog, dan filosof. Bagi para fuqaha, kebebasan itu secara teknis menggunakan terma hurriyah yang seringkali dikaitkan dengan perbudakan. Seorang budak dikatakan bebas (hurr) jika tidak lagi dikuasai oleh orang lain. Namun secara luas bebas dalam hokum Islam adalah kebebasan manusia dihadapan hokum Tuhan yang tidak hanya berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan tapi hubungan kita dengan alam, dengan manusia lain dan bahkan dengan diri kita sendiri. Sebab manusia tidak dapat bebas memperlakukan dirinya sendiri. Dalam Islam bunuh diri tidak dianggap sebagai hak individu, ia merupakan perbuatan dosa karena melampaui hak Tuhan.

Menurut para teolog kebebasan manusia tidak mutlak dan karena itu apa yang dapat dilakukan manusia hanyalah sebatas apa yang mereka istilahkan sebagai ikhtiyar. Ikhtiyar memiliki akar kata yang sama dengan khayr (baik) artinya memilih yang baik. Istikaharah adalah shalat untuk memilih yang baik dari yang tidak baik. Jadi bebas dalam pengertian ini adalah bebas untuk memilih yang baik dari yang tidak baik. Sudah tentu disini kebebasan manusia terikat oleh batas pengetahuannya tentang kebaikan. Karena pengetahuan manusia tidak sempurna, maka Tuhan memberi pengetahuan melalui wahyuNya. Orang yang tidak mengetahui apa yang dipilih itu baik dan buruk tentu tidak bebas, ia bebas sebatas kemampuan dan pengetahuannya sebagai manusia yang serba terbatas.

Para filosof tidak jauh beda dengan para teolog. Kebebasan dalam pengertian para filosof lebih dimaknai dari perspektif masyarakat Islam dan bukan dalam konteks humanisme sekuler. Para filosof juga memandang perlunya kebebasan manusia yang didorong oleh kehendak itu disesuaikan dengan Kehendak Tuhan yang menguasai kosmos dan masyarakat manusia, sehingga dapat menghindarkan diri dari keadaan terpenjara oleh pikiran yang sempit.

Meskipun berbeda antara berbagai disiplin ilmu namun semuanya tetap bermuara pada Tuhan. Namun yang penting dicatat para ulama dimasa lalu membahas masalah ini dengan merujuk kepada sumber-sumber pengetahuan Islam, yaitu al-Qur’an, hadith, ijma’, qiyas (akal) dan juga intuisi. Itulah sebabnya kebebasan dalam sejarah Islam dimaknai dalam konteks syariah. Meskipun telah terjadi konflik sesudah Khulafa al-Rasyidun antara penguasa dan ulama, namun syariah atau tata hukum Islam masih menjadi protective code yang mengikat masyarakat dan penguasa sekaligus. Disini ulama beperan dalam menjaga syariah ketika terjadi tindakan para khalifah yang berlawanan dengan hukum syariah, sehingga dalam situasi seperti itu kebebasan individu dijamin oleh syariah. Itulah prinsip-prinsip kebebasan dalam Islam yang disampaikan secara singkat (in cursory manner). Kini perlu dibahas makna kebebasan dalam kaitannya dengan HAM, khususnya kebebasan beragama.

Dalam kaitannya dengan HAM dewasa ini dua persoalan penting yang perlu dibahas adalah pertama kebebasan berfikir dan berekspresi, dan kedua kebebasan beragama. Kebebasan berfikir dan berekspresi mendapat tempat yang tinggi Islam. Namun berfikir dan berekspresi harus disertai keimanan kepada Tuhan, bukan berfikir bebas yang justru menggugat Tuhan seperti di Barat. Dalam al-Qur’an berfikir disandingkan dengan berzikir alias mengingat Tuhan. Selain itu kebebasan berekspresi atau dalam Islam disebut ijtihad, dibolehkan bagi yang memiliki otoritas keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Sebab innovasi dalam ilmu apapun tidak dapat dipisahkan dari otoritas keilmuan. Secara epistemologis kebebasan berfikir dan berekspresi dibatasi oleh pandangan hidup Islam (Worldview of Islam) yang secara konseptual dapat dirujuk kepada konsep-konsep seminal dalam al-Qur’an yang dielaborasi oleh Hadith dan tradisi intelektual Islam. Jadi kebebasan berfikir dalam Islam harus berbasis pada epistemologi, ontologi dan aksiologi Islam. Sebab Islam sebagai woldview adalah sebuah cara pandang. Jika Islam dipandang dengan worldview selain Islam akan mengakibatkan kerancuan konseptual dan pada tingkat sosial akan mengakibatkan konflik berkepanjangan dalam memaknai dan menyelesaikan berbagai persoalan.

Kebebasan beragama yang diberikan Islam mengandung sekurangnya tiga arti: Pertama bahwa Islam memberikan kebebasan kepada umat beragama untuk memeluk agamanya masing-masing tanpa ada ancaman dan tekanan. Tidak ada paksaan bagi orang non-Muslim untuk memeluk agama Islam. Kedua, apabila seseorang telah menjadi Muslim maka ia tidak sebebasnya mengganti agamanya, baik agamanya itu dipeluk sejak lahir maupun karena konversi. Ketiga: Islam memberi kebebasan kepada pemeluknya menjalankan ajaran agamanya sepanjang tidak keluar dari garis-garis syariah dan aqidah. Karena masalah ini kini merupakan issu yang kini sedang mengemuka di negeri ini, maka perlu disoroti dalam dalam konteks DUHAM dan perundang-undangan yang berlaku.

4. Batasan Hak dan Kebebasan beragama
Dalam kontek keislaman dan keindonesiaan, hak dan kebebasan beragama telah dapat ditafsirkan dan diberi batasan sesuai dengan kondisi intern umat Islam dan bangsa Indonesia, sebagaimana Negara-negara Barat memberi batasan-batasan pada makna kebebasan beragama. Secara prinsipil tidak ada masalah antara Islam dan DUHAM, kecuali pasal 18 dan 16, namun pada tingkat praktis makna kebebasan itu perlu dibatasi agar terhindar dari konflik sosial. Dan untuk itu perundang-undangan di Indonesia telah siap dengan perangkat hukumnya.

A. Prinsip dan Dasar Hukum

a) Islam:
Prinsip Islam sudah jelas yaitu memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama masing-masing dan tidak diperbolehkan memaksakan keyakinan kepada orang lain. (QS. 2:256). Jika dalam suatu masyarakat atau pemerintahan Islam terdapat warga non-Muslim, maka mereka diberi kebebasan untuk memeluk agama masing-masing. Mereka dihormati dan tidak akan mendapat tekanan politik atau lainnya sedikitpun.
Dalam Deklarasi Cairo dinyatakan dalam Pasal 10 sbb: Islam adalah agama fitrah. Tidak ada paksaan yang diperbolehkan terhadap siapapun. Eksploitasi kemiskinan dan kebodohan manusia untuk mendorongnya berpindah dari satu agama kepada agama lain atau heterodoxy dilarang. Pada Pasal 18 : Setiap orang mempunyai hak untuk menjaga dirinya, agamanya, keluarganya kehormatannya dan hak miliknya.

b) Deklarasi “Universal” HAM
Pasal 18 : Setiap orang mempunyai hak kebebasan berfikir, berkeyaninan dan beragama; hak ini termasuk hak merubah agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk melaksanakan agama atau kepercayaan dalam pengajaran, praktek, beribadah dan upacara (keagamaan) baik secara perorangan atau secara kelompok, sendirian atau didepan umum.

c) Undang-undang di Indonesia
Deklarasi ini ditetapkan pasal demi pasal oleh Undang-undang Republik Indonesia No.12 tahun 2005, tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik). Dalam pasal 18 Dtetapkan hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut.

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan berkepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan, dalam Pasal 28I UUD 1945 dinyatakan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Ketentuan itu masih diperkuat lagi dalam Pasal 22 UU No 39/1999 tentang HAM. Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.

Prinsip dan pasal-pasal mengenai kebebasan beragama diatas masih sangat umum dan perlu penjabarn lebih lanjut. Jika dikaitkan dengan isu kebebasan beragama di Indonesia dewasa masalahnya dapat dibagi menjadi sekurang-kurangnya 4 masalah: 1) Hubungan kebebasan beragama dengan agama lain. Ini menjadi masalah karena adanya pluralitas agama yang mengakibatkan adanya benturan program antara satu agama dengan agama lain. 2) Hubungan kebebasan beragama pada pemeluk agama masing-masing. Ini menyangkut masalah-masalah pemikiran dan pengamalan ajaran agama yang oleh umat penganut agama tsb dianggap menyimpang. 3) Hubungan kebebasan beragama dan pemerintah. Khusus ketika terjadi konflik peran pemerintah mutlak diperlukan sebagai penengah dan fasilitator antar agama atau antar pemiluk agama. 4) Hubungan kebebasan beragama dengan DUHAM. Ini bermasalah ketika HAM yang dianggap universal itu ternyata secara konseptual dan praktis berbenturan dengan prinsip-prinsip dalam agama.

Dalam pertanyaan problem diatas dapat dirumuskan begini:
1) Apakah setiap agama berhak dan bebas melaksanakan agamanya masing-masing meskipun harus berbenturan dengan pelaksanaan agama lain?
2) Apakah setiap penganut suatu agama berhak dan bebas menodai kesucian agamanya sendiri?
3) Apakah pemerintah berhak dan bebas mengatur agama-agama yang terdapat dalam kekuasaannya?
4) Apakah PBB melalui DUHAM berhak dan bebas mengatur kebebasan agama-agama di dunia?
Pertanyaan-pertanyaan itu jawabannya saling terkait dan intinya adalah satu yaitu apakah batas kebebasan bagi institusi agama, individu, Negara dan PBB untuk mengamalkan dan mengatur agama.

B. Batasan Hak dan Kebebasan Beragama
Hak dan kebebasan yang dimaksud diatas mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri. Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadatannya. Namun hak dan kebebasan ini bukan kebebasan mutlak, sebab dalam HAM juga dikenal adanya kewajiban asasi manusia dan pembatasan terhadap HAM itu sendiri.

Dalam Islam batasan lebih detail mengenai hak dan kebebasan beragama, berfikir dan berbicara dijelaskan dalam Deklarasi London sbb:
Setiap orang mempunyai hak untuk mengekspresikan pemikiran dan kepercayaannya sejauh dalam lingkup yang diatur dalam hukum. Namun tidak seorangpun berhak menyebarkan kepalasuan atau menyebarkan berita yang mungkin mengganggu ketentraman public atau melecehkan harga diri orang lain.
Mencari ilmu dan mencari kebenaran bukan hanya hak tapi kewajiban bagi Muslim.
Hak dan kewajiban Muslim adalah melakukan protes dan berjuang melawan penindasan, meskipun dalam hal ini harus melawan penguasa Negara.
Tidak ada batasan dalam menyebarkan informasi, asalkan tidak membahayakan keamanan masyarakat dan Negara dan masih dalam lingkup yang dibolehkan oleh hukum. Tidak seorangpun berhak menghina atau melecehkan kepercayaan agama lain atau memprovokasi permusuhan public; menghormati kepercayaan agama lain adalah kewajiban bagi Muslim.

Meskipun Deklarasi London telah cukup jelas namun keluasan dan kebebasan dalam mengekspresikan pranata HAM, harus tetap dibatasi dan yang dapat membatasi tidak lain adalah ketentuan hukum. Pasal 28J UUD 1945 menyatakan bahwa:
(1) Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang tunduk kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Ketentuan ini diperkuat dalam Pasal 73 UU No.39/1999 tentang HAM, bahwa implementasi kebebasan HAM tidak boleh melanggar HAM orang lain, tidak boleh melanggar hukum, kesusilaan, ketertiban, maupun norma agama. Juga dalam pasal 70 UU yang sama lebih jelas lagi bahwa:
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Sungguh merupakan hal yang tidak dapat disangkal bahwa dalam konstitusi dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM telah dijamin hak setiap warga negara untuk bebas memeluk agama dan beribadah menurut agama yang diyakininya. Negara berkewajiban menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk asli atau pendatang, serta asal usulnya.

Akan tetapi hukum juga yang mengatur bahwa dalam melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan itu, tentu harus mengedepankan unsur ketertiban dan kehormatan nilai-nilai kesucian ajaran agama/kepercayaan pihak lain. Untuk maksud tersebut maka kebebasan beragama perlu dirasionalisasi atas dasar keseimbangan antara hak dan kewajiban. Oleh sebab itu Pemerintah dapat mengatur atau membatasi kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan melalui undang-undang. Pemerintah berkewajiban membatasi manifestasi dari agama atau kepercayaan yang membahayakan hak-hak fundamental dari orang lain, khususnya hak untuk hidup, kebebasan, integritas fisik dari kekerasan, pribadi, perkawinan, kepemilikan, kesehatan, pendidikan, persamaan, melarang perbudakan, kekejaman dan juga hak-hak kaum minoritas. Landasan hukum atau prinsip dasar yang mengatur kebebasan beragama termaktub dalam pasal 156 KUHPid, UU No I PNPS 1965, SKB Mendagri dan Menag. No 1 tahun 1969 dan SK Menag No 70 tahun 1978 yang isinya adalah sbb :
- Setiap orang berhak untuk memeluk suatu agama, yang berarti:
Setiap orang atas kesadaran dan keyakinannya sendiri, leluasa memeluk suatu agama tanpa tekanan, intimidasi atau paksaan.
- Setiap orang hanya boleh menganut satu agama, tetapi tidak bebas menganut dua agama atau lebih sekaligus.
- Setiap penganut suatu agama bebas mengembangkan dan menyebarkan ajaran agamanya, tetapi tidak bebas mengembangkan atau menyebarkan ajaran agamanya kepada orang yang telah menganut agama lain dengan paksaan atau cara lain yang tidak bersandarkan kepada keikhlasan/kesadaran murni.
- Setiap penganut agama bebas menjalankan ajaran agamanya, yang berarti
Bebas tanpa gangguan, halangan, pembatasan dari pihak manapun untuk beribadah menurut ajaran agamanya, tetapi tidak bebas menjalankan ibadah yang menimbulkan gangguan, ketidaknyamanan, apalagi yang bersifat penghinaan, penistaan atau penodaan terhadap penganut ajaran agama lain.
Bebas mengembangkan dan memelihara hakekat ajaran agama yang dianut, tetapi tidak bebas membuat penyimpangan, merusak/mengacak-acak ajaran agama/kepercayaan orang lain.
- Setiap penganut agama bebas mendirikan rumah ibadah masing-masing yang berarti :
Bebas membuat rancangan bangunan, model, eksterior dan interior, tapi tidak bebas membuat rancangan bangunan yang persis menyerupai bentuk rumah ibadah agama lain
Bebas membangun di atas tanah/tempat yang sah dan patut , tetapi tidak bebas membangun rumah ibadah disembarang tempat termasuk tempat ibadah yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan

Pembatasan kebebasan beragama juga dilakukan oleh negara-negara Barat sekuler yang mengaku telah melaksanakan HAM dengan baik. Di Eropa saat ini izin pendirian masjid dibatasi. Di negara-negara Barat (Eropah dan Amerika) sendiri yang dikenal sebagai kampiun demokrasi, ada ketentuan yang melarang masjid menggunakan pengeras suara. Bahkan di Inggeris siswa-siswa Muslim yang belajar di sekolah negeri tidak mudah melaksanakan shalat di sekolahnya. Pemerintah Perancis hingga kini tidak membolehkan jilbab digunakan bagi pelajar dalam sekolah-sekolah negeri setempat. Dan banyak lagi yang tidak perlu disebutkan disini.

Ini berarti negara-negara sekuler sekalipun masih perlu mengatur kebebasan beragama. Akan tetapi antara Indonesia dan negara-negara Barat sekuler berbeda. Jika di negara Barat agama diatur agar tidak masuk keruang publik, di Indonesia justru karena agama itu masuk kedalam ruang publik. Muslim yang menjadi penduduk terbesar di Indonesia melaksanakan agamanya dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Ketika Muslim mendirikan Bank Syariah, maka negara terpaksa ikut mengatur dan menertibkannya. Dari sisi lain hak negara Indonesia mengatur agama dapat ditelusur dari falsafah Negara Indonesia yang landasan kehidupan berbangsa dan bermasyarakatnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (sila I Pancasila). Artinya asas keadilan, kemanusiaan, kemakmuran dan lain-lain bangsa Indonesia ini kembali kepada asas ketuhanan agama-agama yang ada di Indonesia. Disinilah poinnya bahwa sistim ketatanegaraan kita berbeda dari sistem sekuler Barat yang menjauhkan unsur agama dari kekuasaan. Kita justru menjadikan agama sebagai prinsip kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dari sisi prinsip-prinsip HAM ketertiban hak kebebasan beragama ini masuk ke ranah hak sipil dan hak politik. Ini berarti pengaturan tentang kebebasan beragama turut menjadi bagian dari kewenangan Negara. Artinya negara memiliki legitimasi untuk mengatur persoalan agama termasuk kebebasan beragama.

Kesimpulan
Hak dan Kebebasan beragama harus dimaknai dalam konteks agama dan Negara masing-masing dan tidak dapat dimaknai secara mutlak tanpa batasan. Untuk mengatasi konflik berkepanjangan antara DUHAM dan agama-agama diperlukan penjelasan lebih detail oleh masing-masing agama itu tentang prinsip-prinsip kemanusiaan dan kebebasan. Disisi lain DUHAM perlu mengakomodir kekhususan Negara-negara dan institusi agama dalam menafsirkan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan. Dengan cara ini yang satu tidak mengorbankan yang lain. Sudah tentu dalam hal ini peran institusi dan otoritas agama sangat sentral. Jika terjadi konflik antara tuntutan HAM dan umat beragama, atau antar umat bergama atau antar pemeluk dalam satu agama, maka Negara berkewajiban mengatur dan mengakurkan keduanya dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga resmi agama-agama tersebut.

Worldview

"Worldview"
، قيادة فكرية رؤية الإسلام للوجود
Penggagas Al-Athas ISTEC

Ditulis: Oleh DR.Hamid Fahmy Zarkasyi

Adalah Samuel P.Huntington yang menamai konflik global sekarang ini dengan clash of civilization melalui bukunya berjudul The Clash of Civilization and the Remaking of the World Order (1996). Alasannya, sumber konflik ummat manusia saat ini bukan lagi ideologi, politik atau ekonomi, tapi kultural. Sebab semua orang kini cenderung mengidentifikasi diri dengan identitas kultural. Jika kultur atau peradaban adalah identitas, maka identitas peradaban itu sendiri adalah worldview. Jadi clash of civilization berindikasi clash of worldview.

Banyak yang tidak sepakat dengan Huntington. Mungkin karena superficial atau provokatif. Seakan berbeda budaya bisa berarti perang. Namun Huntington bukan tanpa pendukung. Peter Berger misalnya, setuju konflik politik sekarang ini adalah collision of consciousness (benturan kesadaran atau persepsi), kata lain dari clash of civilization. Tapi pilihan kata, clash dan collision memang vulgar, masih kalah lembut dari kata-kata al-Attas divergence of worldviews. Tapi benarkah kini sedang terjadi clash of civilization?
Hampir semua sepakat bahwa setiap peradaban mempunyai worldview. Jerman lebih dulu memiliki istilah weltanschauung: welt = dunia, anschauung = persepsi, berarti persepsi tentang dunia; di Italia digunakan istilah “konsepsi tentang dunia”, di Perancis kata weltanschauung dipinjam dan diartikan dengan “pandangan metafisis tentang dunia dan konsepsi kehidupan”, di Rusia disebut mirovozzrenie berarti pandangan dunia. Dan semua setuju bahwa kata worldview harus diikat oleh predikat kultural, religius, ataupun saintifik. Jadilah, misalnya istilah Christian Worldview, Medieval Worldview, Scientific Worldview, Modern worldview dan the Worldview of Islam. Semua mempunyai cara pandang yang ekslusif. Tapi semua orang tahu disitu ada proses saling meminjam antar peradaban, antar worldview. Mungkin ini sebabnya di Barat orang mudah menerima denominasi berdasarkan worldview ketimbang “agama”. Hegel misalnya ketika ia baca teologi Hindu ia spontan menerimanya sebagai Indischen weltanschauung. Bahkan Ninian Smart menjadikan worldview sebagai alat untuk mengekplorasi kepercayaan manusia (crosscultural explorations of human beliefs).

Banyak lapisan makna didalam worldview. Membahas worldview bagaikan berlayar kelautan tak bertepi (journey into landless-sea) kata Nietsche. Meskipun begitu di Barat ia tetap hanya sejauh jangkauan panca indera. Luasnya worldview bagi Kant, Hegel dan juga Goethe, hanya sebatas dunia inderawi (mundus sensibilis).Tapi bagi Shaykh Atif al-Zayn bukan luasnya yang penting, tapi darimana ia bermula, maka worldview adalah mabda’ (tempat bermula). Disitu dapat diketahui spektrum makna worldview. Sedangkan worldview Islam seperti yang digambarkan al-Attas tidak sesempit luasnya lautan dalam planet bumi, tapi seluas skala wujud, ru’yat al-Islam lil wujud.

Tapi memakai worldview sebagai matrik agama, peradaban, kepercayaan atau lainnya sah sah saja. Sebab worldview bisa diukur dari apa yang ada dalam pikiran orang. Oleh sebab itu dilapisan dalam worldview terdapat conceptual framework (kerangka kerja konseptual). Tidak salah jika kemudian Dilthey menjadikannya sebagai asas formulasi epistemologis yang obyektif. Worldview lalu berfungsi sebagai asas ilmu-imu sosial (Dilthey), dan ilmu-ilmu alam (Kant). Thomas S Kuhn (1922-1996) bahkan menyulap worldview menjadi paradigma yang menyediakan nilai, standar dan metodologi tertentu yang mengikat kuat kerja-kerja saintifik. Ia bahkan menyebutnya matrik disipliner (disciplinary matrix) yang memiliki elemen yang tersusun. Ini mengingatkan kita pada kata-kata Husserl dalam Crisis of European Sciences, bahwa worldview itu akhirnya mirip dengan kepercayaan keagamaan yang bersifat individual. Di satu sisi ini merupakan dinamika pemikiran yang positif. Ringkas kata, paradigm dan worldview memiliki variable-variable konsep yang terstruktur, yang berproses menjadi framework pemikiran, dan disiplin ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya ilmu menjadi sarat nilai, alias tidak netral.
Dalam Islam, sejauh apapun fikiran kita berpetualang wahyu tetap menjadi obornya. Al-Qur’an sendiri sarat dengan sistim konsep (conceptual scheme). Ilmu-ilmu seperti fiqih, hadith, tafsir, falak, tabi’ah, hisab, dsb, adalah derivasi dari konsep-konsep dalam wahyu. Artinya worldview Al-Quran telah menghasilkan framework dan disiplin ilmu yang juga ekslusif. Orang Barat, misalnya, tidak bisa mengadopsi metode ta’dil dan tajrih ilmu hadith, atau mengadopsi ilmu fara’id dalam Islam, dst. Sebaliknya orang Islam juga tidak bisa terima teori kebenaran dikhotomis: obyektif dan subyektif. Tidak juga bisa menerima doktrin pan-seksualisme Freud, doktrin evolusi Darwin dsb. Setiap teori atau konsep berangkat dari framework dan setiap framework diderivasi dari worldview.
Kalau saya terpaksa setuju dengan Huntington, maka saya hanya setuju pada dataran epistemologis. Itupun kalau ini termasuk dalam thesis Huntington. Pada dataran ini memang seperti tidak terjadi apa-apa, tidak terlihat pula konflik sosial, lebih-lebih senjata. Senjatanya adalah pena-pena para pemikir, yang dalam Islam dihitung baik pedang syuhada. Akibatnya, tidak kasat mata. Hanya saja disana sini terjadi kebingungan (confusion) intelektual, dan kehilangan identitas (lost of identity). Namun disini istilah clash of worldview lebih tepat disebut worldview intrusion.

Banyak contoh yang bisa membuktikan bahwa pemikiran ummat Islam kini sedang dirasuki oleh worldview peradaban lain. Banyak cendekiawan Muslim atau “ulama” memuji habis Immanuel Kant, Karl Marx, Thomas S Kuhn, Derrida dkk., tapi mengkritik al-Ash’ari, al-Ghazzali, al-Shafi’i dll. Ada pula yang ragu apakah al-Qur’an benar-benar wahyu Allah, sedangkan ia percaya rukun Iman. Kini malah ada wanita Muslimah berjilbab, tapi protes mengapa Tuhan begitu maskulin. Malah tidak aneh jika seorang ahli tahajjud dengan keningnya yang hitam, juga seorang Marxist. Ia memahami makna Tawhid, tapi tidak tahu berfikir tawhidi. Imannya tidak didukung oleh akalnya sehingga ilmunya tidak menambah imannya. Muslim tapi worldview dan framework berfikirnya tidak. Itulah dampak worldview intrusion.

Bagi yang tidak percaya thesis Huntington, boleh jadi ia percaya pada Derrida (1930-..). Sebab tradisi intelektual Barat yang oleh Derrida disebut logocentrism telah dirobohkan (deconstructed). Zaman postmodern telah menjadi post-worldview era. Tidak ada lagi worldview. Tidak ada kepastian akan kebenaran tentang alam, apalagi framework. Semua bebas memahami semua. Jadi tidak ada clash of worldview. Tapi bukankah Derrida sedang mengusung worldview dan framework dia sendiri?

Humorpun bagi Witgenstein masih termasuk worldview, meski ia hanya ilusi manusia tentang dunia. Dalam teologi Kristen sendiri konflik kebaikan dan kejahatan dianggap sebagai konflik worldview. Konflik antara kerajaan Tuhan dengan kerajaan Setan. Jadi clash of worldview atau intrusion of worldview bukanlah skenario peperangan, karena ia terjadi dalam diri kita sehari-hari, dalam akal dan hati kita. Oleh sebab itu kita tidak hanya perlu ditunjukkan tentang hakekat kebenaran tapi juga jalan menuju kebenaran. "Allahumma arina al haqqa haqqan warzuqnat tiba’ah, wa arinal bathila-bathilan warzuqnaj tinabah.” [www.hidayatullah.com]
Penulis Direktur Eksekutif INSISTS.

Kebenaran

Kebenaran

Ditulis: Oleh Hamid Fahmy Zarkasyi

“Semua adalah relatif” (All is relative) merupakan slogan generasi zaman postmodern di Barat, kata Michael Fackerell, seorang missionaris asal Amerika. Ia bagaikan firman tanpa tuhan, dan sabda tanpa Nabi. Menyerupai undang-undang, tapi tanpa penguasa. Tepatnya doktrin ideologis, tapi tanpa partai. Slogan itu memang enak didengar dan menjanjikan kenikmatan syahwat manusiawi. Baik buruk, salah benar, porno tidak porno, sopan tidak sopan, bahkan dosa tidak dosa adalah nisbi belaka. Artinya tergantung siapa yang menilainya.

Slogan relativisme ini sebenarnya lahir dari kebencian. Kebencian Pemikir Barat modern terhadap agama. Benci terhadap sesuatu yang mutlak dan mengikat. Generasi postmodernis pun mewarisi kebencian ini. Tapi semua orang tahu, kebencian tidak pernah bisa menghasilkan kearifan dan kebenaran. Bahkan persahabatan dan persaudaraan tidak selalu bisa kompromi dengan kebenaran. Aristotle rela memilih kebenaran dari pada persahabatan.
Tidak puas dengan sekedar membenci, postmodernisn lalu ingin menguasai agama-agama. “Untuk menjadi wasit tidak perlu menjadi pemain” itu mungkin logikanya. Untuk menguasai agama tidak perlu beragama. Itulah sebabnya mereka lalu membuat “teologi-teologi” baru yang mengikat. Kini teologi dihadapkan dengan psudo-teologi. Agama diadu dengan ideologi. Doktrin “teologi” pluralisme agama berada diatas agama-agama. “Global Theology” dan Transcendent Unity of Religions mulai dijual bebas. Agar nama Tuhan juga menjadi global di ciptakanlah nama “tuhan baru” yakni The One, Tuhan semua agama. Tapi bagaimana konsepnya, tidak jelas betul.

Bukan hanya itu “Semua adalah relatif” kemudian menjadi sebuah kerangka berfikir. “Berfikirlah yang benar, tapi jangan merasa benar”, sebab kebenaran itu relatif. “Jangan terlalu lantang bicara tentang kebenaran, dan jangan menegur kesalahan”, karena kebenaran itu relatif. “Benar bagi anda belum tentu benar bagi kami”, semua adalah relatif. Kalau anda mengimani sesuatu jangan terlalu yakin keimanan anda benar, iman orang lain mungkin juga benar. Intinya semua diarahkan agar tidak merasa pasti tentang kebenaran. Kata bijak Abraham Lincoln, “No one has the right to choose to do what is wrong”, tentu tidak sesuai dengan kerangka fikir ini. Hadith Nabi Idha ra’a minkum munkaran…dst bukan hanya menyalahi kerangka fikir ini, tapi justru menambah kriteria Islam sebagai agama jahat (evil religion) versi Charles Kimbal.

Jadi merasa benar menjadi seperti “makruh” dan merasa benar sendiri tentu “haram”. Para artis dan selebriti negeri ini pun ikut menikmati slogan ini. Dengan penuh emosi dan marah ada yang berteriak “Semuanya benar dan harus dihormati”. Yang membuka aurat dan yang menutup sama baiknya. Confusing! Sadar atau tidak mereka sedang men “dakwah”kan ayat-ayat syetan Nietzsche tokoh postmodernisme dan nihilisme. “Kalau anda mengklaim sesuatu itu benar orang lain juga berhak mengklaim itu salah”. Kalau anda merasa agama anda benar, orang lain berhak mengatakan agama anda salah.

Para cendekiawan Muslim pun punya profesi baru, yaitu membuka pintu surga Tuhan untuk pemeluk semua agama. “Surga Tuhan terlalu sempit kalau hanya untuk ummat Islam”, kata mereka. Seakan sudah mengukur diameter surga Allah dan malah mendahului iradat Allah. Mereka bicara seperti atas nama Tuhan.

Slogan “Semua adalah relatif” kemudian diarahkan menjadi kesimpulan “Disana tidak ada kebenaran mutlak” (There exists no Absolute Truth)”. Kebenaran, moralitas, nilai dan lain-lain adalah relatif belaka. Tapi karena asalnya adalah kebencian maka ia menjadi tidak logis. Kalau anda mengatakan “Tidak ada kebenaran mutlak” maka kata-kata anda itu sendiri sudah mutlak, padahal anda mengatakan semua relatif. Kalau anda mengatakan “semua adalah relatif” atau “Semua kebenaran adalah relatif” maka pernyataan anda itu juga relatif alias tidak absolut. Kalau “semua adalah relatif” maka yang mengatakan “disana ada kebenaran mutlak” sama benarnya dengan yang menyatakan “disana tidak ada kebenaran mutlak”. Tapi ini self-contradictory yang absurd.
Menghapus kepercayaan pada kebenaran mutlak ternyata bukan mudah. Di negeri liberal seperti Amerika Serikat sendiri 70% Kristen missionaries dan 27% atheis dan agnostik percaya pada kebenaran mutlak. Bahkan 38% warga Negara dewasanya percaya pada kebenaran mutlak. (Seperti dilaporkan William Lobdell di the Los Angeles Times dari hasil penelitian Barna Research Group). Karena itu doktrin postmo pun berubah:“Anda boleh percaya yang absolut asal tidak mencoba memaksakan kepercayaan anda pada orang lain”. Artinya tidak ada siapapun yang boleh menyalahkan siapa dan melarang siapa. Tapi pernyataan ini sendiri telah melarang orang lain. Bagi kalangan Katholik di Barat ini adalah sikap pengecut, pemalas dan bahkan hipokrit. Bagi kita pernyataan ini menghapuskan amar ma’ruf nahi munkar.

Slogan “Semua adalah relatif” pun menemukan alasan baru “yang absolut hanyalah Tuhan”. Aromanya seperti Islami, tapi sejatinya malah menjebak. Mulanya seperti berkaitan dengan masalah ontologi. Selain Tuhan adalah relatif (mumkin al-wujud). Tapi ternyata dibawa kepada persoalan epistemologi. Al-Qur’an yang diwahyukan dalam bahasa manusia (Arab), Hadith yang disabdakan Nabi, ijtihad ulama dsb. adalah relatif belaka. Tidak absolut. Sebab semua dihasilkan dalam ruang dan waktu manusia yang menyejarah. Padahal Allah berfirman al-haqq min rabbika (dari Tuhanmu) bukan ‘inda rabbika (pada Tuhanmu). “Dari Tuhanmu” berarti berasal dari sana dan sudah berada disini di masa kini dalam ruang dan waktu kehidupan manusia. Yang manusiawi dan menyejarah sebenarnya bisa mutlak.

Thomas F Wall, penulis buku Thinking Critically About Philosophical Problem, menyatakan percaya pada Tuhan yang mutlak berarti percaya bahwa nilai-nilai moral manusia itu dari Tuhan. Demikian sebaliknya kalau kita tidak percaya Tuhan (hal 60). Jika ada yang percaya bahwa nilai moral manusia itu adalah kesepakatan manusia,…tentu ia tidak percaya pada yang mutlak. “Semua adalah relatif” bisa berarti semua tidak ada yang tahu Tuhan yang mutlak dan kebenaran firmanNya yang mutlak. Jika begitu benarlah pepatah para hukama ’al-Nas a‘da ma jahila, manusia itu benci terhadap apa yang tak diketahuinya. [www.hidayatullah.com]
Penulis Direktur Eksekutif INSISTS.

Wajah Barat

Wajah Barat

Ditulis Oleh: DR. Hamid Fahmy Zarkasyi

Suatu hari David Thomas, Pendeta dan Professor teologi di Selly Oak College, Universitas Birmingham, Inggris ditanya seorang mahasiswanya yang Muslim.
“Are you happy with the Western civilization?” “No, not at all” jawabnya tegas.
“Why?” tanyanya. Sebab, paparnya, Barat dan orang-orang Barat maju dan berkembang bukan karena Kristen.

Bos pabrik cokelat Cadbury, katanya mencontohkan, menyumbang dana jutaan Poundsterling untuk membangun perpustakaan Selly Oak bukan karena ia seorang Kristen, tapi karena ia kaya dan punya dana sosial lebih.
Jawaban Thomas mengungkap fakta sejarah. Barat bukan Kristen. Sejarawan Barat seperti Onians, R.B, Arthur, W.H.A, Jones, W.T.C, atau William McNeill, umumnya menganggap “Ionia is the cradle of Western civilization” dan Bukan Kristen. Agama Kristen malahan telah ter-Baratkan. Thomas sepertinya ingin mengatakan bahwa Barat tidak lahir dari pandangan hidup Kristen.

Sosoknya mulai nampak ketika marah dan protes terhadap otoritas gereja. Agama dipaksa duduk manis di ruang gereja dan tidak boleh ikut campur dalam ruang publik. Diskursus teologi hanya boleh dilakukan dengan bisik-bisik. Tapi orang boleh teriak anti agama. Hegemoni diganti dengan hegemoni. Barat adalah alam pikiran dan pandangan hidup.

Teriakan Nietzsche “God is dead” masih terdengar hingga saat ini. Dalam The Gay Science ia mengatakan, “ketika kami mendengar “tuhan yang tua itu mati” kami para filosof dan “jiwa-jiwa yang bebas” merasa seakan-akan fajar telah menyingsing menyinari kita”.

Kematian tuhan di Barat ditandai oleh penutupan diskursus metafisika tempat teologi bersemayam. Tuhan bukan lagi supreme being (Maha Kuasa). Tidak ada lagi yang absolute. Semua relatif. Kalau anda mengklaim sesuatu itu benar maka orang lain berhak menghakimi itu salah. Tuhan tidak lagi bisa diwakili. Ia telah mati. Barat adalah alam pikiran dan pandangan hidup.

Mengapa tuhan perlu dibunuh? Kalau Marx menganggap agama sebagai candu masyarakat, Nietzsche menganggap tuhan sebagai tirani jiwa (tyrant of the soul). Beriman pada tuhan tidak bebas dan bebas berarti tanpa iman. Sebab beriman berarti sanggup menerima perintah, larangan atau peraturan yang mengikat. Barat adalah alam pikiran pandangan hidup.

Sejarah Barat adalah sejarah pencarian “kebenaran”. Tapi mencari kebenaran di Barat lebih penting dari kebenaran itu sendiri. Mencari untuk mencari, ilmu untuk ilmu, seni untuk seni. Sesudah “membunuh tuhan” Barat mengangkat tuhan baru yakni logocentrisme atau rasionalisme. Tidak puas dengan tuhan baru mereka mengangkat liberalisme. Namun kini liberalisme seperti moncong bedil. Pandangan-pandangan yang tidak “setuju” harus keluar atau berhadapan. “You are with us or against us”.
Liberalisme membawa gagasan kepelbagaian (multiplicities), kesamarataan, (equal representation) dan keraguan yang menyeluruh (total doubt). Barat kini adalah sosok yang tanpa wajah. Atau seperti kata Ziauddin Sardar wajah yang tanpa kebenaran (no truth), tanpa realitas (no reality), tanpa makna (no meaning). There is no comfort in the truth. Setting alam pikiran Barat ini dihukumi Francis Fukuyama sebagai akhir dari sejarah (the end of History).

Diskursus tentang God-man & God-world relation di abad pertengahan kini sudah tidak relevan. Humanisme telah mendominasi dan menyingkirkan theisme. Akibatnya, teologi tanpa metafisika, agama tanpa spiritualitas atau bahkan religion without god. Teologi (theos dan logos) secara etimologis tidak lagi memiliki akar ketuhanan. Istilah teologi pembebasan, teologi emansipasi, teologi menstruasi dsb. tidak lagi berurusan dengan Tuhan. Agama bagi postmodernisme tidak lebih dari sebuah narasi besar (grand narrative) yang dapat diotak-atik oleh permainan bahasa. Makna realitas tergantung kepada kekuatan dan kreatifitas imaginasi dan fantasi. Feeling is everything kata Goethe.
Kebenaran itu relatif dan menjadi hak dan milik semua. Kebenaran adalah illusi verbal yang diteima masyarakat atau tidak beda dari kebobongan yang disepakati. Etika harus di globalkan agar tidak ada orang yang merasa paling baik. Baik buruk tidak perlu berasal dari apa kata Tuhan, akal manusia boleh menentukan sendiri.

Barat adalah alam pikiran pandangan hidup. Seperti juga Barat, Kristen, Islam, Hindu, bahkan Jawa adalah sama-sama pandangan hidup. Meski sama namun kesamaan hanya pada tingkat genus, bukan species. Masing-masing memiliki karakter dan elemennya sendiri-sendiri. Jika elemen-elemen suatu pandangan hidup dimasuki oleh elemen pandangan hidup lain, maka akan terjadi con-fusion alias kebingungan. Margaret Marcus (Maryam Jameelah), malah mengingatkan jika pandangan hidup Barat menelusup kedalam sistim kepercayaan Islam, tidak lagi ada sesuatu yang orisinal yang akan tersisa. Benar, ketika elemen-elemen Barat yang anti Kristen dipinjam anak-anak muda Muslim, maka mulut yang membaca syahadat itu akan mengeluarkan pikiran atheis. Tuhan yang Maha Kuasa, bisa menjadi “tuhan yang maha lemah”, Al-Quran yang suci dan sakral tidak beda dari karya William Shakespear, karena ia sama-sama keluar dari mulut manusia.

Jika ummat Islam ingin maju seperti Barat maka ia akan menjadi seperti Barat dan bukan seperti Islam. Dan suatu hari nanti akan ingat keluhan David Thomas atau tangisan Tertulian yang sudah lapuk “Apalah artinya Athena tanpa Jerussalem”. [www.hidayatullah.com]

KUMPULAN DO'A DARI AL-QUR'AN & HADIST

KUMPULAN DO'A DARI AL-QUR'AN & HADIST
مجموعة الأذكار من القرآن

* رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ * رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ .
* رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
* رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ .
* رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ .
* رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ .
* رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
* رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ .
* رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ .
* رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي للإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَ كَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ * رَبَّنَا وَ آتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ و لا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ .
* رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ .
* رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ * وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنْ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ .
* رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ .
* رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا.
* رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي * وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي .
* رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا .
* رَبِّ أَنزِلْنِي مُنْزَلا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنزِلِينَ .
* رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ * وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ .
* رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ .
* رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ .
* رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا .
* رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ .
* رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ * رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُم وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.
* رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنْ الْمُسْلِمِينَ .
* رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ولإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ و لا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ .
* رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ * رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ .
* رَبَّنَا اغْفِر لي وَلِوَالِديَ وَلِلمُؤمِنِينَ يَومَ يَقُومُ الحِسَابُ .
* رَبَّنَا هَب لنا مِن أزواجنا وذُرياتنا قُرَّةَ أعيُنٍ واجعلنا للمُتقينَ إمَامًا .
* رَبِّ هَب لي من لدُنكَ ذُريةً طَيبةً إنكَ سَميعُ الدُّعاءِ .





مجموعة الأذكار من السنة

* اللَّهُمَّ لك الحمد أنت قيِّمُ السماوات والأرض ومن فيهن ولك الحمد لك ملك السماوات والأرض ومن فيهن ولك الحمد أنت نور السماوات والأرض ومن فيهن ولك الحمد أنت الحق ووعدك الحق ولقاؤك حق وقولك حق والجنة حق والنار حق و النبيون حق ومحمد صلى الله عليه وسلم حق والساعة حق اللَّهُمَّ لك أسلمت وبك آمنت وعليك توكلت وإليك أنبت وبك خاصمت وإليك حاكمت فاغفر لي ما قدمت وما أخرت وما أسررت وما أعلنت أنت المقدم وأنت المؤخر لا إله إلا أنت .
* اللَّهُمَّ صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد . اللَّهُمَّ بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد .
* اللَّهُمَّ إني أسألك أني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد .
* اللَّهُمَّ إني أسألك بأن لك الحمد لا إله إلا أنت بديع السموات والأرض يا ذا الجلال والإكرام يا حي يا قيوم.
* اللَّهُمَّ إني أسألك يا الله الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد أن تغفر لي ذنوبي إنك أنت الغفور الرحيم .
* اللَّهُمَّ إنك ترى مكاني وتسمع كلامي وتعلم سري وعلانيتي لا يخفى عليك شيء من أمري أنا البائس الفقير المستغيث المستجير الوجل المشفق المقر المعترف بذنبه أسألك مسألة المسكين وأبتهل إليك ابتهال المذنب أسألك مسألة المسكين وأبتهل إليك ابتهال المذنب الذليل وأدعوك دعاء الخائف الضرير من خضعت لك رقبته وذل لك جسده ورغم أنفه.
* اللَّهُمَّ ذا الحبل الشديد والأمر الرشيد أسألك الأمن يوم الوعيد والجنة يوم الخلود مع المقربين الشهود الركع السجود .
* اللَّهُمَّ آت نفسي تقواها وزكها أنت خير من زكاها أنت وليها ومولاها .
* اللَّهُمَّ أحسن عاقبتنا في الأمور كلها وأجرنا من خزي الدنيا وعذاب الآخرة .
* اللَّهُمَّ أحيني على سنة نبيك محمّد صلى الله عليه وسلم وتوفني على ملته وأعذني من مضلات الفتن .
* اللَّهُمَّ أحيني ما كانت الحياة خيرًا لي وتوفني إذا كانت الوفاة خيرًا لي .
* اللَّهُمَّ أحيني مسكينا وأمتني مسكينا واحشرني في زمرة المساكين .
* اللَّهُمَّ أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي .
* اللَّهُمَّ أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك.
* اللَّهُمَّ أسألك علما نافعا ورزقا واسعا وشفاء من كل داء .
* اللَّهُمَّ أصلح لي ديني الذي هو عصمة أمري، وأصلح لي دنياي التي فيها معاشي، وأصلح لي آخرتي التي فيها معادي، واجعل الحياة زيادة لي في كل خير، واجعل الموت راحة لي من كل شر .
* اللَّهُمَّ اجعل حبك أحب الأشياء إليّ ، واجعل خشيتك أخوف الأشياء عندي ، واقطع عني حاجات الدنيا بالشوق إلى لقائك ، و إذا أقررت أعين أهل الدنيا من دنياهم ، فأقرر عيني من عبادتك .
* اللَّهُمَّ أغفر لي ذنبي ووسع لي في رزقي وبارك لي فيما رزقتني .
* اللَّهُمَّ أعني ولا تعن علي وانصرني ولا تنصر علي وامكر لي ولا تمكر علي واهدني ويسر لي الهدى وانصرني على من بغى علي .
* اللَّهُمَّ أعوذ برضاك من سخطك وبمعافاتك من عقوبتك وأعوذ بك منك لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك.
* اللَّهُمَّ اجعلني شكورا ، واجعلني صبورا ، واجعلني في عيني صغيرا وفي أعين الناس كبيرا .
* اللَّهُمَّ أصلح لي ديني ووسع علي في ذاتي وبارك لي في رزقي.
* اللَّهُمَّ إني عبدك ابن عبدك ابن أمتك ناصيتي بيدك ماضٍ فيِّ حكمك عدلٌ فيِّ قضاؤك أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك أو أنزلته في كتابك أو علمته أحد من خلقك أو استأثرت به في علم الغيب عندك أن تجعل القرآن ربيع قلبي ، ونور صدري ، وجلاء حُزني ، وذهاب همِّي .
* اللَّهُمَّ ألف بين قلوبنا ، وأصلح ذات بيننا ، واهدنا سبل السلام ، ونجنا من الظلمات إلى النور ، وجنبنا الفواحش ما ظهر منها وما بطن ، وبارك لنا في أسماعنا وأبصارنا وقلوبنا وأزواجنا وذرياتنا ، وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم ، واجعلنا شاكرين لنعمك مثنين بها عليك قابلين لها وأتمها علينا .
* اللَّهُمَّ أغنني بالعلم ، وزيني بالحلم ، وأكرمني بالتقوى ، وجملني بالعافية .
* اللَّهُمَّ إني أسألك إيمانا يباشر قلبي ، حتى أعلم أنه لايُصيبني إلا ما كتبت لي ، ورضني من المعيشة بما قسمت لي .
* اللَّهُمَّ إنا نسألك عزائم مغفرتك ومنجيات أمرك والسلامة من كل إثم والغنيمة من كل بر والفوز بالجنة والنجاة من النار .
* اللَّهُمَّ إنا نسألك من خير ما سألك منه نبيك محمد صلى الله عليه وسلم ونعوذ بك من شر ما استعاذ منه نبيك محمد صلى الله عليه وسلم وأنت المستعان وعليك البلاغ ولا حول ولا قوة إلا بالله .
* اللَّهُمَّ أنت الأول فليس قبلك شيء . وأنت الآخر فليس بعدك شيء . وأنت الظاهر فليس فوقك شيء . وأنت الباطن فليس دونك شيء . اقض عنا الدين وأغننا من الفقر.
* اللَّهُمَّ إنا نسألك موجبات رحمتك وعزائم مغفرتك والسلامة من كل إثم والغنيمة من كل بر والفوز بالجنة والنجاة بعونك من النار .
* اللَّهُمَّ إنا نسألك قلوبا أواهة مخبتة منيبة في سبيلك.
* اللَّهُمَّ أنت ربي وأنا عبدك ظلمت نفسي واعترفت بذنبي لا يغفر الذنوب إلا أنت رب اغفر لي .
* اللَّهُمَّ أنت الملك لا إله إلا أنت أنا عبدك ظلمت نفسي واعترفت بذنبي فاغفر لي ذنوبي جميعا لا يغفر الذنوب إلا أنت واهدني لأحسن الأخلاق لا يهدي لأحسنها إلا أنت واصرف عني سيئها لا يصرف عني سيئها إلا أنت لبيك وسعديك والخير كله في يديك والشر ليس إليك أنا بك وإليك تباركت وتعاليت استغفرك وأتوب إليك.
* اللَّهُمَّ أنت خلقت نفسي، وأنت توفاها، لك مماتها ومحياها، إن أحييتها فاحفظها، وإن أمتها فاغفر لها.
* اللَّهُمَّ أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني وأنا عبدك وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت أبوء لك بنعمتك وأبوء لك بذنبي فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت أعوذ بك من شر ما صنعت .
* اللَّهُمَّ إنك قلت ادعوني استجب لكم وإنك لا تخلف الميعاد وإني أسألك كما هديتني للإسلام أن لا تنزعه مني حتى تتوفاني وأنا مسلم .
* اللَّهُمَّ أنزل بك حاجتي وإن قصر رأيي وضعف عملي وافتقرت إلى رحمتك فأسألك يا قاضي الأمور ويا شافي الصدور كما تجير بين البحور أن تجيرني من عذاب السعير ومن دعوة الثبور ومن فتنة القبور.
* اللَّهُمَّ ألهمني رشدي وأعذني من شر نفسي .
* اللَّهُمَّ إني أسألك أن تبارك لي في نفسي وفي سمعي وفي بصري وفي روحي وفي خَلْقِي وفي خُلُقي وفي أهلي وفي محياي وفي مماتي وفي عملي فتقبل حسناتي وأسألك الدرجات العلى من الجنة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك أن تبارك لي في نفسي وفي سمعي وفي بصري وفي روحي وفي خلقي وفي خليقتي وأهلي وفي محياي وفي مماتي.
* اللَّهُمَّ إني أسألك الجنة وما قرب إليها من قول أو عمل وأسألك أن تجعل كل قضاء تقضيه لي خيرًا.
* اللَّهُمَّ إني أسألك أن ترفع ذكري وتضع وزري وتصلح أمري وتطهر قلبي وتغفر ذنبي وتُحصِّن فرجي وتُنوِّر قلبي وتغفر ذنبي وأسألك الدرجات العلى من الجنة.
* اللَّهُمَّ إني أسألك الثبات في الأمر والعزيمة على الرشد وأسألك شكر نعمتك وأسألك حسن عبادتك وأسألك قلبا سليما وأسألك لسانا صادقا وأسألك خير ما تعلم وأعوذ بك من شر ما تعلم واستغفرك لما تعلم إنك أنت علام الغيوب.
* اللَّهُمَّ إني أسألك الرضا بالقضاء والقدر وبرد العيش بعد الموت ولذة النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك في غير ضراء مضرة ولا فتنة مضلة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك الجنة وأعوذ بك من النار .
* اللَّهُمَّ إني أسألك الطيبات وترك المنكرات وحب المساكين وأن تتوب علي وتغفر لي وترحمني وإذا أردت في خلقك فتنة فنجني إليك منها غير مفتون.
* اللَّهُمَّ إني أسألك الصحة والعفة والأمانة وحسن الخلق والرضا بالقدر .
* اللَّهُمَّ إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي .
* اللَّهُمَّ إني أسألك الفوز عند القضاء ونزل الشهداء وعيش السعداء ومرافقة الأنبياء والنصر على الأعداء.
* اللَّهُمَّ إني أسألك المعافاة والعافية في الدنيا والآخرة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك النعيم المقيم الذي لا يحول ولا يزول.
* اللَّهُمَّ إني أسألك النعيم يوم القيامة والأمن يوم الخوف .
* اللَّهُمَّ إني أسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى .
* اللَّهُمَّ إني أسألك برحمتك التي وسعت كل شيء أن تغفر لي .
* اللَّهُمَّ إني أسألك تعجيل عافيتك أو صبرا على بليتك أو خروجا من الدنيا إلى رحمتك.
* اللَّهُمَّ إني أسألك خلاصًا من النار سالمًا وأدخلني الجنة آمنًا.
* اللَّهُمَّ إني أسألك خير المسألة وخير الدعاء وخير النجاح وخير العمل وخير الثواب وخير الحياة وخير الممات وثبتني وثقل موازيني وحقق إيماني وارفع درجاتي وتقبل صلاتي واغفر خطيئتي وأسألك الدرجات العلى من الجنة.
* اللَّهُمَّ إني أسألك خير ما آتي وخير ما أفعل وخير ما أعمل وخير ما بطن وخير ما ظهر والدرجات العلى من الجنة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك خير ما فعل وخير ما عمل وخير ما بطن وخير ما ظهر والدرجات العلى من الجنة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك من صالح ما تؤتي الناس من المال والولد غير الضال ولا المضل.
* اللَّهُمَّ إني أسألك رحمة من عندك تهدي بها قلبي وتجمع بها أمري وتلم بها شعثي وتصلح بها غائبي وترفع بها شاهدي وتزكي بها عملي وتلهمني بها رشدي وترد بها ألفتي وتعصمني بها من كل سوء اللَّهُمَّ أعطني إيمانا ويقينا ليس بعده كفر ورحمة أنال بها شرف كرامتك في الدنيا والآخرة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك علمًا نافعًا ورزقًا طيبا وعملاً متقبلا.
* اللَّهُمَّ إني أسألك عيشة نقية وميتة سوية ومردا غير مخزي ولا فاضح.
* اللَّهُمَّ إني أسألك فعل الخيرات وترك المنكرات وحب المساكين وإذا أردت بعبادك فتنة فاقبضني إليك غير مفتون.
* اللَّهُمَّ إني أسألك فواتح الخير وخواتمه وجوامعه وأوله وظاهره وباطنه والدرجات العلى من الجنة آمين.
* اللَّهُمَّ إني أسألك العافية في الدنيا والآخرة .
* اللَّهُمَّ إني أسألك من الخير كله عاجله وآجله ما علمت منه وما لم أعلم وأعوذ بك من الشر كله عاجله وآجله ما علمت منه وما لم أعلم وأسألك الجنة وما قرب إليها من قول أو عمل وأعوذ بك من النار وما قرب إليها من قول أو عمل وأسألك خير ما سألك عبدك ورسولك محمد وأعوذ بك من شر ما استعاذ منه عبدك ورسولك محمد صلى الله عليه وسلم .
* اللَّهُمَّ إني أسألك من فضلك ورحمتك فإنه لا يملكها إلا أنت
* اللَّهُمَّ إني أسألك من كل خير خزائنه بيدك، وأعوذ بك من كل شر خزائنه بيدك.
* اللَّهُمَّ إني أسألك نعيما لا يبيد وقرة عين لا تنفد ومرافقة النبي صلى الله عليه وسلم في أعلى جنة الخلد.
* اللَّهُمَّ إني أسألك نفسًا بك مطمئنة تؤمن بلقائك وترضى بقضائك وتقنع بعطائك.
* اللَّهُمَّ إني أسألك بنور وجهك الذي أشرقت له السموات والأرض أن تجعلني في حرزك وحفظك وجوارك وتحت كنفك.
* اللَّهُمَّ إني أسألك حبك وحب من يحبك والعمل الذي يبلغني حبك .
* اللَّهُمَّ إني أسألك التثبيت في الأمور وعزيمة الرشد وأسألك شكر نعمتك وحسن عبادتك وأسألك قلبا سليما ولسانا صادقا وخلقا مستقيما وأستغفرك لما تعلم وأسألك من خير ما تعلم وأعوذ بك من شر ما تعلم إنك أنت علام الغيوب.
* اللَّهُمَّ إني أسألك مما عندك وأفض علي من فضلك وانشر علي رحمتك وأنزل علي من بركاتك.
* اللَّهُمَّ إني أسألك من فجأة الخير وأعوذ بك من فجأة الشر.
* اللَّهُمَّ إني أستغفرك لما قدمت وما أخرت وما أعلنت وما أسررت أنت المقدم وأنت المؤخر وأنت على كل شيء قدير.
* اللَّهُمَّ إني أستهديك لأرشد أمري و أستخيرك من شر نفسي.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ برضاك من سخطك وأعوذ بعفوك من نقمتك وأعوذ بك منك لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت ولا ينفع ذا الجد منك الجد.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بعزتك لا إله إلا أنت أن تضلني أنت الحي الذي لا يموت والجن والإنس يموتون.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الأربع من علم لا ينفع ومن قلب لا يخشع ومن نفس لا تشبع ومن دعاء لا يسمع.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من البرص والجنون والجذام ومن سيئ الأسقام .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الجبن وأعوذ بك أن أرد إلى أرذل العمر وأعوذ بك من فتنة الدنيا وأعوذ بك من عذاب القبر.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الجوع فإنه بئس الضجيع وأعوذ بك من الخيانة فإنها بئست البطانة .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ برضاك من سخطك وبمعافاتك من عقوبتك وأعوذ بك منك لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الشقاق والنفاق وسوء الأخلاق.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الشيطان الرجيم وهمزة ونفخه ونفثه .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من العجز والكسل والبخل والهرم والقسوة والغفلة و الذلة والمسكنة وأعوذ بك من الفقر والكفر والشرك والنفاق والسمعة والرياء وأعوذ بك من الصمم والبكم والجنون والبرص والجذام و سيئ الأسقام.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الفقر والقلة و الذلة، وأعوذ بك من أن اَظْلِمَ أو اُظْلَمَ .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الهدم وأعوذ بك من التردي وأعوذ بك من الغرق والحرق والهرم وأعوذ بك أن يتخبطني الشيطان عند الموت وأعوذ بك من أن أموت في سبيلك مدبرًا وأعوذ بك من أن أموت لديغا .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الهم والحزن، والعجز والكسل، والبخل والجبن، وضلع الدين، وغلبة الرجال.
* اللَّهُمَّ أنت الأول لا شيء قبلك وأنت الآخر لا شيء بعدك أعوذ بك من كل دابة ناصيتها بيدك وأعوذ بك من الإثم والكسل ومن عذاب النار ومن عذاب القبر ومن فتنة الغنى وفتنة الفقر وأعوذ بك من المأثم والمغرم.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من جهد البلاء، ودرك الشقاء، وسوء القضاء، وشماتة الأعداء .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من زوال نعمتك وتحول عافيتك وفجاءة نقمتك وجميع سخطك .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من المأثم والمغرم .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من شر سمعي ومن شر بصري ومن شر لساني ومن شر قلبي ومن شر منيي.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من شر ما عملت ومن شر ما لا أعمل .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من صاحب يرديني .
* اللَّهُمَّ أنت الملك لا إله إلا أنت أنت ربي وأنا عبدك ظلمت نفسي واعترفت بذنبي فاغفر لي ذنوبي جميعًا إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت واهدني لأحسن الأخلاق لا يهدي لأحسنها إلا أنت واصرف عني سيئها لا يصرف عني سيئها إلا أنت لبيك وسعديك والخير كله في يديك والشر ليس إليك أنا بك وإليك تباركت وتعاليت أستغفرك وأتوب إليك.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من عذاب القبر وأعوذ بك من فتنة المسيح الدجال وأعوذ بك من فتنة المحيا وفتنة الممات .
* اللَّهُمَّ إني أسألك العفو والعافية في الدنيا والآخرة.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من علم لا ينفع وقلب لا يخشع ودعاء لا يسمع ونفس لا تشبع ومن الجوع فإنه بئس الضجيع ومن الخيانة فإنها بئست البطانة ومن الكسل والبخل والجبن ومن الهرم ومن أن أراد إلى أرذل العمر ومن فتنة الدجال وعذاب القبر وفتنة المحيا والممات.
* اللَّهُمَّ إني أسألك الجنة وما قرب إليها من قول أو عمل وأعوذ بك من النار وما قرب إليها من قول أو عمل .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من عمل يخزيني.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من غنى يطغيني . وأعوذ بك من فقر ينسيني .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من قلب لا يخشع ودعاء لا يسمع ومن نفس لا تشبع ومن علم لا ينفع أعوذ بك من هؤلاء الأربع.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من منكرات الأخلاق والأعمال والأهواء.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من يوم السوء ومن ليلة السوء ومن ساعة السوء ومن صاحب السوء ومن جار السوء في دار المقامة.
* اللَّهُمَّ إني أنزل بك حاجتي وإن قصر رأيي وضعف عملي افتقرت إلى رحمتك فأسألك يا قاضي الأمور ويا شافي الصدور كما تجير بين البحور أن تجيرني من عذاب السعير ومن دعوة الثبور ومن فتنة القبور.
* اللَّهُمَّ إني ضعيف فقوني في رضاك ضعفي وخذ لي الخير بناصيتي واجعل الإسلام منتهى رضائي.
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من أمر يلهيني .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من غلبة الدين، وغلبة العدو، وشماتة الأعداء .
* اللَّهُمَّ إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرا ولا يغفر الذنوب إلا أنت فاغفر لي مغفرة من عندك وارحمني إنك أنت الغفور الرحيم .
* اللَّهُمَّ إني عائذ بك من شر ما أعطيتنا ومن شر ما منعت.
* اللَّهُمَّ إني استغفرك لذنبي وأسألك رحمتك.
* اللَّهُمَّ اجعل أوسع رزقك علي عند كبر سني وانقطاع عمري.
* اللَّهُمَّ اجعل حبك أحب إلي من نفسي وأهلي ومن الماء البارد.
* اللَّهُمَّ اجعل سريرتي خيرا من علانيتي واجعل علانيتي صالحة.
* اللَّهُمَّ اجعل لي نورا في قلبي ونورا في قبري ونورا في سمعي ونورا في بصري ونورا في شعري ونورا في بشري ونورا في لحمي ونورا في دمي ونورا في عظامي ونورا بين يدي ونورا من خلفي ونورا عن يميني ونورا عن شمالي ونورا من فوقي ونورا من تحتي.
* اللَّهُمَّ ارزقني حبك وحب من ينفعني حبه عندك.
* اللَّهُمَّ اجعلنا هادين مهتدين غير ضالين ولا مضلين سلما لأوليائك وعدوا لأعدائك نحب بحبك من أحبك ونعادي بعداوتك من خالفك.
* اللَّهُمَّ اجعلني أخشاك حتى كأنني أراك أبدًا حتى ألقاك و أسعدني بتقواك ولا تشقني بمعصيتك وخر لي في قضائك وبارك لي في قدرك حتى لا أحب تعجيل ما أخرت ولا تأخير ما عجلت واجعل غنائي في نفسي وأمتعني بسمعي وبصري واجعلهما الوارث مني وانصرني على من ظلمني وأرني فيه ثأري وأقر بذلك عيني.
* اللَّهُمَّ اجعلني أعظم شكرك واتبع نصيحتك وأكثر ذكرك وأحفظ وصيتك.
* اللَّهُمَّ اجعلني لك شاكرا، لك ذاكرا، لك راهبا، لك مطواعا، إليك مخبتا أو منيبا، رب تقبل توبتي، واغسل حوبتي، وأجب دعوتي، وثبت حجتي، واهد قلبي، وسدد لساني، واسلل سخيمة قلبي.
* اللَّهُمَّ إني ضعيف فقوني وإني ذليل فأعزني وإني فقير فارزقني .
* اللَّهُمَّ اجعلني لك شكّارا لك ذكّارا لك مطواعا إليك مخبتا لك أواها منيبا رب اقبل توبتي واغسل حوبتي وثبت حجتي وسدد لساني واسلل سخيمة قلبي .
* اللَّهُمَّ احفظنا في أسماعنا وأبصارنا وأزواجنا واجعلنا شاكرين لنعمتك مثنين بها عليك قابلين بها فأتممها علينا.
* اللَّهُمَّ احفظني بالإسلام قاعدا واحفظني بالإسلام قائما واحفظني بالإسلام راقدا ولا تشمت بي عدواً أو حاسدا وأعوذ بك من شر ما أنت آخذ بناصيته وأسألك من الخير الذي هو بيدك كله .
* اللَّهُمَّ احفظني من بين يدي ومن خلفي وعن يميني وعن شمالي ومن فوقي وأعوذ بعظمتك أن أغتال من تحتي .
* اللَّهُمَّ ارحمني بترك المعاصي أبدا ما أبقيتني وارحمني أن أتكلف ما لا يعنيني وارزقني حسن النظر فيما يرضيك عني.
* اللَّهُمَّ ابسط علينا من بركاتك ورحمتك وفضلك ورزقك.
* اللَّهُمَّ اجعلنا نحبك ونحب ملائكتك وأنبياءك ورسلك ونحب عبادك الصالحين.
* اللَّهُمَّ أستهديك لأرشد أمري وأعوذ بك من شر نفسي.
* اللَّهُمَّ ارزقني من طاعتك ما تحول بيني وبين معصيتك وارزقني من خشيتك ما تبلغني به رحمتك وارزقني من اليقين ما تهون به علي مصائب الدنيا وبارك لي في سمعي وبصري واجعلهما الوارث مني.

* اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من صلاة لا تنفع .
* اللَّهُمَّ استر عورتي وآمن روعتي واحفظني من بين يدي ومن خلفي وعن يميني وعن شمالي ومن فوقي وأعوذ بك اللَّهُمَّ من أن أغتال من تحتي .
* اللَّهُمَّ استر عورتي وآمن روعتي، واقض عني ديني .
* اللَّهُمَّ إني أعوذ بوجهك الكريم ، واسمك العظيم ، من الكفر والفقر .
* اللَّهُمَّ اعصمنا بدينك وطواعيتك وطواعية رسولك وجنبنا حدودك.
* اللَّهُمَّ طهر قلبي من النفاق ، وعملي من الرياء ، ولساني من الكذب ، وعيني من الخيانة ، فإنك تعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور .
* اللَّهُمَّ اعطني إيمانا صادقا ويقينا ليس بعده كفر ورحمة أنال بها شرف كرامتك في الدنيا والآخرة.
* اللَّهُمَّ اجعلني من الذين إذا أحسنوا استبشروا وإذا أساءوا استغفروا .
* اللَّهُمَّ عافني في بدني ، اللَّهُمَّ عافني في سمعي ، اللَّهُمَّ عافني في بصري ، اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من الكفر والفقر ، اللَّهُمَّ إني أعوذ بك من عذاب القبر ، لا إله إلا أنت .
* اللَّهُمَّ اغفر لنا ذنوبنا وظلمنا وهزلنا وجدنا وعمدنا وكل ذلك عندنا.
* اللَّهُمَّ اغفر لنا وارحمنا وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم.
* اللَّهُمَّ اغفر لي خطاياي وذنوبي كلها ، اللَّهُمَّ أنعشني و اجبرني واهدني لصالح الأعمال والأخلاق إنه لا يهدي لصالحها ولا يصرف سيئها إلا أنت .
* اللَّهُمَّ عافني في قُدرتك ، وأدخلني في رحمتك ، واقض أجلي في طاعتك ، واختم لي بخير عمل ، واجعل ثوابه الجنة .
* اللَّهُمَّ اغفر لي جميع ما مضى من ذنبي واعصمني فيما بقي من عمري وارزقني عملاً زاكيا ترضى به عني .
* اللَّهُمَّ اغفر لي خطأي وعمدي وهزلي وجدي ولا تحرمني بركة ما أعطيتني ولا تفتني فيما حرمتني.
* اللَّهُمَّ لا تكلني إلى نفسي طرفة عين ، ولا تنزع مني صالح ما أعطيتني
* اللَّهُمَّ اغفر لي ذنبي كله دقه وجله وأوله وآخره وعلانيته وسره .
* اللَّهُمَّ اغفر لي ما قدمت وما أخرت وما أسررت وما أعلنت أنت المقدم وأنت المؤخر وأنت على كل شيء قدير.
* اللَّهُمَّ اغفر لي واخسأ شيطاني وفك رهاني وثقل ميزاني واجعلني في الندى الأعلى.
* اللَّهُمَّ افتح مسامع قلبي لذكرك وارزقني طاعتك وطاعة رسولك وعملا بكتابك .
* اللَّهُمَّ اغفر لي ذنبي وخطئي وعمدي .
* اللَّهُمَّ اصرف قلوبنا إلى طاعتك.
* اللَّهُمَّ اكفني بحلالك عن حرامك واغنني بفضلك عمن سواك.
* اللَّهُمَّ اغفر لي ذنبي ووسع لي في داري وبارك لي فيما رزقتني .
* اللَّهُمَّ اغسل خطاياي بالماء والثلج والبرد .
* اللَّهُمَّ اقسم لنا من خشيتك ما يحول بيننا وبين معاصيك ومن طاعتك ما تبلغنا به جنتك ومن اليقين ما تهون به علينا مصيبات الدنيا ومتعنا بأسماعنا وأبصارنا وقوتنا ما أحييتنا واجعله الوارث منا واجعل ثأرنا على من ظلمنا وانصرنا على من عادانا ولا تجعل مصيبتنا في ديننا ولا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا ولا تسلط علينا من لا يرحمنا.
* اللَّهُمَّ إنا نعوذ بك من أن نشرك بك شيئا نعلمه ونستغفرك لما لا نعلم .
* اللَّهُمَّ اغفر لي وارحمني واجبرني واهدني وارزقني .
* اللَّهُمَّ اهدني لأحسن الأعمال وأحسن الأخلاق لا يهدي لأحسنها إلا أنت وقني سيئ الأعمال و سيئ الأخلاق لا يقي سيئها إلا أنت .
* اللَّهُمَّ اهدني من عندك و افض علي من فضلك وانشر علي من رحمتك وأنزل علي من بركاتك.
* اللَّهُمَّ بارك لنا في أسماعنا وأبصارنا وقلوبنا وأرواحنا وذرياتنا وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم واجعلنا شاكرين لنعمك مثنين بها قابلين لها وأتمها علينا .
* اللَّهُمَّ باعد بيني وبين خطاياي كما باعدت بين المشرق والمغرب .
* اللَّهُمَّ قني شر نفسي واعزم لي على أرشد أمري .
* اللَّهُمَّ بديع السموات والأرض ذا الجلال والإكرام والعزة التي لا ترام أسألك يا الله يا رحمن بجلالك ونور وجهك أن تلزم قلبي حفظ كتابك كما علمتني وارزقني أن أتلوه على النحو الذي يرضيك عني.
* اللَّهُمَّ حاسبني حسابا يسيرا .
* اللَّهُمَّ بديع السموات والأرض ذا الجلال والإكرام والعزة التي لا ترام أسألك يا الله يا رحمن بجلالك ونور وجهك أن تنور بكتابك بصري وأن تطلق به لساني وأن تفرج به عن قلبي وأن تشرح به صدري وأن تعمل به بدني لأنه لا يعينني على الحق غيرك ولا يؤتيه إلا أنت ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم .
* اللَّهُمَّ بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحيني ما علمت الحياة خيرا لي وتوفني إذا علمت الوفاة خيرا لي . اللَّهُمَّ وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحق في الرضا والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى وأسألك نعيما لا ينفد وأسألك قرة عين لا تنقطع وأسألك الرضاء بعد القضاء وأسألك برد العيش بعد الموت وأسألك لذة النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك في غير ضراء مضرة ولا فتنة مضلة.
* اللَّهُمَّ زدني نورا وأعطني نورا واجعل لي نورا.
* اللَّهُمَّ توفنا مسلمين وأحينا مسلمين وألحقنا بالصالحين غير خزايا ولا مفتونين.
* اللَّهُمَّ توفني مع الأبرار ولا تخلفني في الأشرار وألحقني بالأخيار .
* اللَّهُمَّ انفعني بما علمتني وعلمني ما ينفعني وارزقني علما تنفعني به .
* اللَّهُمَّ جنبني منكرات الأخلاق والأهواء والأعمال والأدواء.
* اللَّهُمَّ حبب إلينا الإيمان وزينه في قلوبنا وكره إلينا الكفر والفسوق والعصيان واجعلنا من الراشدين.
* اللَّهُمَّ زينا بزينة الإيمان واجعلنا هداة مهتدين.
* اللَّهُمَّ حببنا إليك وإلى ملائكتك وإلى أنبيائك ورسلك وإلى عبادك الصالحين.
* اللَّهُمَّ رب النبي محمد اغفر لي ذنبي وأذهب غيظ قلبي وأجرني من مضلات الفتن ما أحييتني .
* اللَّهُمَّ رب السماوات ورب العرش العظيم ربنا ورب كل شيء منزل التوراة والإنجيل والقرآن فالق الحب والنوى أعوذ بك من شر كل شيء أنت آخذ بناصيته أنت الأول فليس قبلك شيء وأنت الآخر فليس بعدك شيء وأنت الظاهر فليس فوقك شيء وأنت الباطن فليس دونك شيء اقض عنا الدين وأغننا من الفقر.
* اللَّهُمَّ رب جبرائيل وميكائيل ورب إسرافيل أعوذ بك من حر النار ومن عذاب القبر .
* اللَّهُمَّ زدنا ولا تنقصنا وأكرمنا ولا تهنا وأعطنا ولا تحرمنا وآثرنا ولا تؤثر علينا و أرضنا وارض عنا.
* اللَّهُمَّ رب جبريل وميكائيل وإسرافيل ومحمد صلى الله عليه وسلم أعوذ بك من النار .
* اللَّهُمَّ رب جبريل وميكائيل وإسرافيل فاطر السموات والأرض عالم الغيب والشهادة أنت تحكم بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون اهدني لما اختلف فيه من الحق بإذنك إنك أنت تهدي من تشاء إلى صراط مستقيم.
* اللَّهُمَّ ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار .
* اللَّهُمَّ زدني علما ولا تزغ قلبي بعد أن هديتني وهب لي من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.
* اللَّهُمَّ عائذ بك من شر ما أعطيتنا وشر ما منعتنا .
* اللَّهُمَّ عافني في جسدي وعافني في بصري واجعله الوارث مني لا إله إلا الله الحليم الكريم سبحان الله رب العرش العظيم الحمد لله رب العالمين .
* اللَّهُمَّ قاتل الكفرة الذين يكذبون رسلك ويصدون عن سبيلك واجعل عليهم رجزك وعذابك إله الحق.
* اللَّهُمَّ فارج الهم كاشف الغم مجيب دعوة المضطرين رحمن الدنيا والآخرة ورحيمهما أنت ترحمني فارحمني برحمة تغنيني بها عن رحمة من سواك .
* اللَّهُمَّ فاطر السموات والأرض عالم الغيب والشهادة إني أعهد إليك في هذه الحياة الدنيا إني أشهد أن لا إله إلا أنت وحدك لا شريك لك وأن محمدا عبدك ورسولك فإنك إن تكلني إلى نفسي تقربني من الشر وتباعدني من الخير وإني لا أثق إلا برحمتك فاجعل لي عندك عهدا توفينيه يوم القيامة إنك لا تخلف الميعاد .
* اللَّهُمَّ فاطر السموات والأرض عالم الغيب والشهادة رب كل شيء ومليكه أشهد أن لا إله إلا أنت أعوذ بك من شر نفسي وشر الشيطان وشركه .
* اللَّهُمَّ فالق الإصباح وجاعل الليل سكنا والشمس والقمر حسبانا اقض عني الدين و أغنني من الفقر وأمتعني بسمعي وبصري وقوتي في سبيلك .
* اللَّهُمَّ قنعني بما رزقتني وبارك لي فيه وأخلف على كل غائبة لي بخير .
* اللَّهُمَّ عافني من شر سمعي وبصري ولساني وقلبي ومن شر منيي .
* اللَّهُمَّ لا تجعلني بدعائك شقيا وكن بي رؤوفًا رحيما يا خير المسؤولين ويا خير المعطين .
* اللَّهُمَّ متعني بسمعي وبصري واجعلهما الوارث مني وانصرني على من ظلمني وأرني فيه ثأري.
* اللَّهُمَّ لا مانع لما بسطت ولا باسط لما قبضت ولا هادي لمن أضللت ولا مضل لمن هديت ولا معطي لما منعت ولا مانع لما أعطيت ولا مقرب لما باعدت ولا مباعد لما قربت.
* اللَّهُمَّ مغفرتك أوسع من ذنوبي ورحمتك أرجى عندي من عملي .
* اللَّهُمَّ لك الحمد بما بسطت في رزقنا وأظهرت أمننا وأحسنت معافاتنا ومن كل ما سألناك من صالح أعطيتنا فلك الحمد بالإسلام ولك الحمد بالأهل والمال ولك الحمد باليقين والمعافاة .
* اللَّهُمَّ ما رزقتني مما أحب فاجعله قوة لي فيما تحب.
* اللَّهُمَّ لا تخزني يوم القيامة .
* اللَّهُمَّ مصرف القلوب صرف قلوبنا على طاعتك .
* اللَّهُمَّ نقني من الخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس.
* يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك.
* اللَّهُمَّ أسألك حبك وحب من يحبك وحب عمل يقربني إلى حبك.
* اللَّهُمَّ أنعشني و اجبرني واهدني لصالح الأعمال والأخلاق إنه لا يهدي لصالحها ولا يصرف سيئها إلا أنت.
* اللَّهُمَّ وتقبل حسناتي وأسألك الدرجات العلى من الجنة.
* اللَّهُمَّ وخذ بثأري ممن ظلمني وانصرني على من عاداني ولا تجعل الدنيا أكبر همي ولا مبلغ علمي.
* رب اغفر لي وتب علي إنك أنت التواب الرحيم .
* اللَّهُمَّ ما زويت عني مما أحب فاجعله لي قوة فيما تحب .
* اللَّهُمَّ يسرنا لليسرى وجنبنا العسرى واغفر لنا في الآخرة والأولى واجعلنا من أئمة المتقين .
* رب أعني ولا تعن علي وانصرني ولا تنصر علي وامكر لي ولا تمكر علي واهدني ويسر هداي إلي وانصرني على من بغى علي.
* رب اغفر لي خطيئتي وجهلي وإسرافي في أمري كله وما أنت أعلم به مني .
* رب تقبل توبتي واغسل حوبتي وأجب دعوتي وثبت حجتي واهد قلبي وسدد لساني واسلل سخيمة قلبي.
* لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله رب العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السموات والأرض ورب العرش العظيم.
* اللَّهُمَّ ما قصر عنه رأيي ولم تبلغه نيتي ولم تبلغه مسألتي من خير وعدته أحدا من خلقك أو خير أنت معطيه أحدا من عبادك فإني أرغب إليك فيه وأسألك برحمتك رب العالمين اللَّهُمَّ ذا الحبل الشديد والأمر الرشيد أسألك الأمن يوم الوعيد والجنة يوم الخلود مع المقربين الشهود الركع السجود الموفين بالعهود إنك رحيم ودود وأنت تفعل ما تريد.
* اللَّهُمَّ هذا الدعاء وعليك الاستجابة وهذا الجهد وعليك التكلان ولا حول ولا قوة إلا بالله.
* اللَّهُمَّ صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد. اللَّهُمَّ بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد .























مجموعة الأذكار
من القرآن والسنة







جمع واعداد :
الشيخ عبد الله بن ناصر بن عبد الله السدحان