Selasa, 08 Juli 2014
RASUL PUN MENANGIS
Ketika Rasulullah SAW melihat putra kesayangannya Ibrahim wafat, terlihat
tetesan air mata membasahi kedua pipinya yang mulia. Para sahabat bertanya :
Engkau pun menangis Ya Rasulallah ? Beliau menjawab ini adalah air mata rahmat,
orang mukmin selalu berada pada kebaikan,keluar jiwanya dari kedua lambungnya,
sedangkan ia dalam keadaan memuji Allah. ( HR. Ibnu Hibban)
Ketika Sahabat Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari memperlihatkan kedua tangannya yang
melepuh karena memecah bongkahan batu sebagai mata pencahariannya, Rasulullah
SAW pun terlihat meneteskan air matanya. Kemudian beliau memegang tangan kasar
itu dan menciuminya, seraya berkata : “Inilah tangan yang tidak akan pernah
disentuh oleh api neraka”.
Ketika Ja’far panglima Rasul dalam perang Mu’tah gugur sebagai suhada’, dengan
tubuh yang tercabik-cabik oleh pedang, panah dan tombak, dan lumuran darah yang
berceceran, kucuran air mata pun deras membasahi pipi beliau.
Ya, Rasul pun menangis seperti manusia lainnya, namun tangisan Rasulullah
disini, bukanlah tangisan yang mengajarkan kepada kita supaya cengeng ataupun
putus asa dihadapan musibah, akan tetapi tangisan beliau adalah air mata
kelembutan dari ungkapan hati yang terdalam, dan ketulusan kasih sayang beliau
terhadap sesama, serta kepekaan beliau terhadap penderitaan orang lain.
Ya begitulah, terkadang air mata keluar untuk mengurangi beban kita, melegakan
sesak nafas kita, dan melepaskan kepenatan hati kita. Mungkin bisa dikatakan
bahwa antara air mata dan kesedihan sangatlah dekat, ia seperti kawan akrab
yang tidak bisa dipisahkan.
Mungkin ada saatnya anda menangis, ketika orang yang selama ini anda cintai
telah pergi. Namun tidak untuk meratapinya atau menyesalkannya, karena walau
bagaimanapun, tangisan itu tidak mampu menghidupkan yang sudah mati.
Mungkin ada saatnya pula anda menagis, ketika mengingat dosa-dosa yang lalu.
Seraya bertanya mengapa masa mudaku habis untuk bersenang-senag dalam jeratan
dosa? Mengapa seiring dengan berkerutnya wajahku, dosa-dosaku tak kunjung
berhenti? Mengapa ampunan Allah, aku sia-siakan begitu saja? Mengapa aku tertawa
terbahak-bahak saat terjebur di dalam kubangan dosa?
Belajarlah menangis, untuk melembutkan hati anda yang keras Ya, gunakanlah kata
“ Mengapa” berulang kali, agar kita bisa menangis. Menangis sekarang lebih baik
daripada menangis besok dihadapan timbangan amal, saat dihisab nanti. Menyesali
sekarang lebih baik daripada menyesal besok yang tanpa ujung dihadapan Jahanam.
Mungkin ada saatnya pula kita menangis, ketika mendengar ayat-ayat yang
menerangkan tentang adzab dibacakan, sebagaimana Nabi SAW sangat senang sekali
mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang keluar dari lisan Ibnu Mas’ud, saat
dibacakan dengan khusyuk beliau menikmati dan menyimaknya, tak lama kemudian
perlahan-lahan terlihat air matanya terkumpul di sudut matanya dan meleleh
membasahi pipi beliau, seraya berkata : “Cukup ya Ibnu mas’ud!”.
Tidak akan tersentuh api neraka, mata yang berlinang karena takut akan adzab
Allah (Atsar Abu Hurairah)
Mungkin ada saatnya pula kita menangis ketika mengingat kematian dan apa yang
akan terjadi setelahnya. Apakah kita sudah siap, ataukah belum? Sebagaimana
yang dilakukan oleh sahabat Usman bin ‘Affan, dimana beliau selalu menangis
disaat melintasi kuburan, sampai air matanya membasahi janggutnya, ketika
ditanya, “Mengapa engkau menangis saat melintasi kuburan, padahal saat mendengar
tentang surga dan neraka, engkau tidak menangis?”. Usman menjawab,” Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya kuburan itu tempat persinggahan
pertama menuju akhirat, jika selamat dari tempat itu, maka selanjutnya akan
lebih mudah untuk selamat. Dan jika tidak selamat dari tempat itu, maka tempat
sesudahnya akan akan lebih dahsyat”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim ).
Barangsiapa yang menyadari bahwa hidupnya akan menuju liang lahat yang sempit,
gelap nan sunyi, tentu tangisan lebih banyak daripada tertawanya. Ya begitulah,
terkadang kita perlu untuk belajar menangis, yaitu bukan tangisan cengeng atau
meminta belas kasihan manusia, akan tetapi tangisan yang mengandung makna, yang
melembutkan hati kita, ungkapan empati kita terhadap penderitaan orang lain. Itu
semua adalah tangisan yang mendekatkan kita kepada rahmat Allah.
Terkadang kita harus bertanya pada diri sendiri, mengapa kedua mata ini sulit
untuk meneteskan air mata? Mengapa masih ada tertawa disaat orang lain
menangis?. Ternyata penyebabnya adalah salah kaprah kebiasaan kita yang dibangun
diatas sendagurau dan canda tawa yang berlebihan. Dan kita juga terlalu sering
mengkonsumsi komedi sebagai hiburan untuk setiap harinya, padahal didalamnya
kita dilatih untuh melecehkan orang lain dengan kata-kata jorok lagi hina. Kita
mengidolakan tokoh-tokoh dagelan yang moralnya dipertanyakan, kita rela
mengeluarkan jutaan rupiah untuk membeli literatur yang membuat kita
terpingkal-pingkal.
Menangislah..!, jika tidak bisa, belajarlah menangis
(Atsar Abu Bakar ) Ya, tertawa yang berlebihan ternyata mengeraskan hati dan
membutakannya, mungkin seandainya ditampakkan di hadapan kita
kedzaliman-kedzaliman yang telah kita perbuat tentu tangisan kita lebih banyak
dari pada tertawa kita.
Sekali lagi, mari kita belajar menangis di tengah gelak-tawa, belajar menangis
di tengah kubangan dosa-dosa kita, belajar menangis di saat hati ini mulai
mengeras karena jauh dari mengingat pesan-pesan Allah.Akankah kita tertawa
sesaat, dan menangis untuk selamanya?
لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيرا
“Seandainya kalian tahu apa yang aku tahu, pasti kalian sedikit tertawanya dan
banyak menangisnya”.(HR. Waki’ bin Jarrah).