Jumat, 13 Agustus 2010

KH.Abdullah bin Nuh

KH.Abdullah bin Nuh: Ulama dan Tokoh Pendidikan Islam


Siti Qomariyah, M.Pd.I


Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama, tokoh pendidikan, Satrawan dan pejuang. Beliau sebagai Pembina Yayasan Al Ghazali dan al Ihya’ Bogor. Disamping itu beliau juga sebagai Lektor Kepala Bahasa Arab Fakultas Sastra dan Bahasa Universitas Indonesia. Pada masa perjuangan kemerdekaan, sebagai anggota pasukan PETA untuk wilayah Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Dan menjadi Daidanco/ Komandan (1943-1945) . Abdullah bin Nuh dilahirkan di kota Cianjur pada tanggal 30 Juni 1324 H/ 1905 M, dan wafat di Bogor, 26 Oktober 1987. Beliau putera dari seorang ibu bernama Nyi Rd. Hj. Aisyah dan dari seorang ayah bernama KH. Nuh bin Idris, yaitu seorang ulama terkenal, sastrawan, penulis, pendidik, dan pejuang. KH. Nuh bin Idris adalah seorang ulama besar Islam di Cianjur, dan pejabat konstituante pertama di Jawa Barat dari partai Islam (Masyumi). Karenanya pendidikan dasar agamanya diperoleh langsung dari ayahnya . Raden KH. Nuh; putera Rd. H. Idris, putera Rd. H. Arifin, putera Rd. H. Sholeh putra, Rd.H. Muhyiddin Natapradja, putra Rd. Aria Wiratanudatar V (Dalem Muhyiddin), putra Rd. Aria Wiratanudatar IV (Dalem Sabiruddin), putra Rd. Aria Wiratanudatar III (Dalem Astramanggala), putra Rd. Aria Wiratanudatar II (Dalem Wiramanggala), putra Rd. AnaWiratanudatar I (Dalem Cikundul) .
KH Abdullah bin Nuh mempunyai dua isteri. Isteri yang pertama yaitu: Ibu Cianjur, Almarhumah Ny. Rd. Mariyah (Ibu Nenden). Putra-putri yang dilahirkan adalah: 1. Rd. Ahmad (Tanggerang) 2. Rd. Wasilah (Tanggerang). 3. Rd. Hj. Romlah (Kotaparis, Bogor) 4. Rd. Hilal (Sukaraja, Bogor), 5. Rd. Hamid (Australia). Dan isteri yang kedua adalah Ibu Bogor adalah Dra. Hj. Mursyidah (Ummul Ghazaliyyin), Putra-putrinya adalah :1. Rd. Aminah (almarhumah) 2. Rd. Aisyah (almarhumah) 3. Rd. Hj. Mariyam 4. Rd. Zahro (almarhumah) 5. Rd. Zulfa 6. Rd. H. Toto Mustofa .

Riwayat Pendidikan KH. Abdullah bin Nuh.
Sejak kecil Abdullah bin Nuh memperoleh pendidikan agama Islam dari ayahnya, KH. Raden Nuh, seorang ulama di kota Cianjur Jawa Barat. Di samping itu, Abdullah bin Nuh belajar di sekolah I’anah at-Thalib al-Miskin yang didirikan oleh ayahnya. Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikannya di Madrasah Arabiyyah yang benama “Syamailul Huda” yang terletak di Jalan Dahrian (sekarang Jalan Semarang) di kota Pekalongan .
Pada akhir tahun 1922, gurunya AI-Ustadz Sayyid Muhammad bin Hasyim pindah ke Surabaya ; Rd. Abdullah bin Nuh ikut serta. Selanjutnya mulai belajar dan mengajar di Hadrolmaut School, di sebuah gedung besar dan tinggi, letaknya dekat jembatan besar di Jalan Darmokali, Sayyid Muhammad bin Hasyim mendirikan sekolah “Hadrolmaut School” untuk menyebarkan ilmunya dan melatih anak-anak didik yang dibawanya dari Pekalongan. Gedung “Hadrolmaut School” adalah tempat Rd. Abdullah bin Nuh dan teman-temannya dididik, dibina, digembleng cara praktek mengajar, berpidato, memimpin, dan menguasai bahasa Arab, Perancis, Inggris, Belanda dan Jerman .
KH. Abdullah bin Nuh menguasai bahasa Arab sampai tingkat tinggi, yaitu mampu menciptakan syair Arab dalam berbagai bentuk dan tujuan, seperti syair pujian dan ratapan. Syair-syairnya telah dihimpun dalam Diwan Ibn Nuh, berupa qasidah (118 qasidah) yang terdiri dari 2.731 bait. Semuanya digubah dalam bahasa Arab fusha (fasih) yang bernilai tinggi. Karena kecerdasan dan kemampuannya berbahasa arab pada tahun 1926, beliau dikirim belajar ke Fakultas Syariah Universitas al-Azhar (Kairo) . Abdullah bin Nuh belajar di Mesir hanya selama dua tahun, dikarenakan putra gurunya yang beliau temani tidak merasa krasan dan pulang, maka Abdullah bin Nuh pun pulang ke Indonesia. Hasil dari pendidikannya, menjadikan penguasaan beliau terhadap ilmu agama semakin mendalam.
Dari tahun 1939 s.d 1942 beliau tetap bertempat tinggal di Panaragan, dan setiap hari mengajar ngaji para Kyai. Walaupun Abdullah bin Nuh ilmunya telah begitu luas, tetapi selama di Bogor beliau masih terus menambah ilmunya dari seorang ulama (Mufti Malaya) yaitu Sayyid ‘Ali bin Thohir .

Pengabdiannya kepada Masyarakat
Abdullah bin Nuh adalah ulama dan tokoh pembaharu pendidikan di Indonesia yang gigih memajukan pendidikan. Beliau tidak mengenal lelah dalam perjuangan. Pengabdiannya ke Masyarakat dimulai sejak beliau masih muda sampai wafatnya .
Pada tahun 1922-1926 Abdullah bin Nuh aktif mengajar di Hadramaut School, sekaligus menjadi redaktur Hadramaut, majalah mingguan edisi bahasa Arab di Surabaya. Pada tahun 1927 Abdullah bin Nuh pulang dari Mesir ke Indonesia (di Cianjur dan pada akhir tahun 1927 pergi ke Bogor ). Beliau mengajar di Madrasah Islamiyah yang didirikan oleh Mama Ajengan Rd. Haji Manshur. Dan Mu’allim yang berada di sekitar Bogor. Pada awal tahun 1928 beliau pindah ke Semarang tetapi tidak lama yaitu hanya 2 (dua) bulan, kemudian kembali ke Bogor. Lalu pulang lagi ke Cianjur dan beliau membantu (jadi guru bantu) mengajar di AI-I’anah, waktu itu mudirnya AI-Ustadz Rd. H.M. Sholeh AI-Madani Selanjutnya pada tahun1928-1943 beliau mengajar di Cianjur dan Bogor .
Semenjak awal 1946, situasi politik terus meningkat dan ketegangan serta pergolakan terjadi di mana-mana. Beliau diutus ke Jogyakarta. Dan dari sinilah nampak bahwa Abdullah bin Nuh adalah benar-benar seorang ulama dan pejuang yang pandai membagi waktu. Walaupun tugas beliau sangat berat, sebagai tentara yang mewakili Jawa Barat dan anggota KNIP, namun beliau masih sempat mendirikan RRI Jogyakarta siaran Bahasa Arab dan bersama dengan KH. Abdul Kohar Muzakkir kemudian mendirikan STI (Sekolah Tinggi Islam). Di kemudian hari berubah nama menjadi UII(Universitas Islam Indonesia). Yang lebih unik lagi adalah dimanapun beliau berada, tetap tidak melupakan tugas kekiyaian, yaitu mengajar ngaji. Hasil didikan beliau waktu di Jogyakarta diantaranya adalah Ibu Mursyidah dan AI-Ustadz Basyori Alwi, yang telah berhasil membuka Pesantren yang megah di JI. Singosari No.90 dekat kota Malang, dan banyak lagi Asatidz hasil binaan beliau.
Pada tahun 1934 di Ciwaringin Bogor didirikan Madrasah P.S.A. (Penolong Sekolah Agama). Maksud didirkannya PSA adalah untuk mempersatukan madrasah-madrasah yang ada di sekitar Bogor . Adapun susunan Pengurus P.S.A. adalah :Ketua, Mama Ajengan Rd. H. Mansur, Sekretaris M.B. Nurdin (Marah Bagindo), Inspektur K. Usman Perak. Ketua Dewan Guru/ Direktur. AI-Ustadz Rd.H.Abdullah bin Nuh, Pembantu/ Sekretaris Rd. Ali Basah. Selain memimpin madrasah-madrasah, juga AI-Ustadz mengajar di MULO (SLTP). Pada tahun 1939 Madrasah P.S.A, pindah ke jalan Bioskop .
Pada tahun 1950-1970 Abdullah bin Nuh menetap di Jakarta selama lebih kurang 20 tahun, Di Jakarta inilah beliau menjadikan ibukota sebagai arena beribadah kepada Allah Swt. dan pengabdiannya kepada masyarakat. Beliau mengajar ngaji para asatidz/ Mu’allimin, memimpin Majlis-majlis Ta’lim, menjabat sebagai Kepala Seksi Bahasa Arab pada Studio RRI Pusat. Selain itu juga aktif dalam kantor berita APB (Arabian Press Board). Kemudian pernah pula menjadi Dosen UI (Universitas Indonesia) bagian Sastra Arab, pemimpin Majalah Pembina dan ketua Lembaga Penyelidikan Islam. Kemudian dia menjabat Lektor Kepala Fakultas sastra Universitas Indonesia (1964-1967) .
Di samping itu pada tahun 1959 sebelum kepindahan ke Kota Bogor, beliau telah aktif memimpin pengajian-pengajian di Bogor, yaitu :1. Majlis Ta’lim Sukaraja (AI-Ustadz Rd. Hidayat) 2. Majlis Ta’fim Babakan Sirna (AI-Ustadz Rd. Hasan) 3. Majlis Ta’lim Gang Ardio (KH. Ilyas) 4. Majlis Ta’lim Kebon Kopi (Mu’allim Hamim). Dan akhirnya pada tanggal 20 Mei 1970 Abdullah bin Nuh hijrah dari Jakarta ke Bogor. Di sinilah beliau mendirikan Lembaga Pendidikan Islam AI-Ghazaly.
Al Ghazaly sebagai Pusat Pendidikan Islam (Pesantren, Majlis Ta’lim, sekolah umum dan madrasah Diniyah).AI-Ghazaly sudah tidak asing lagi bagi Ummat Islam warga Bogor. AI-Ghazaly memiliki tiga lokasi yaitu: di Cimanggu (H. Firdaus), di Cimanggu Perikanan dan di Cibogor . AI-Ghazaly adalah Mazro’atul Akhiroh (ladang akherat) KH Abdullah bin Nuh. Tempat beliau memberikan pelajaran kepada para Ustadz dan kyai-kyai yang berada di sekitar Bogor, bahkan ada pula yang datang dari Jakarta, Cianjur, Bandung dan Sukabumi. Majlis-majlis Ta’lim yang ada dalam asuhan beliau adalah : AI-Ghazaly (Kotaparis) AI-Ihya(Batu Tapak) AI-Husna (Layungsari) Nurul Imdad (Babakan Fakultas, belakang IPB) Nahjussalam (Sukaraja). Semuanya itu adalah tempat pengabdian beliau setelah usianya lanjut. Bagi KH Abdullah bin Nuh tiada hari tanpa kuliah shubuh. Kegiatan rutin setiap minggunya adalah hari Senin s.d. Kamis di Majlis Ta’lim AI-Ihya, Jum’at s.d. Ahad di AI-Ghazaly, sedangkan Ahad siang (ba’da dzuhur) di Nahjussalam Sukaraja.
Selain itu, beliau juga mengadakan pengajian khusus untuk para pemuda, pelajar dan mahasiswa
Pada hari Sabtu tanggal 1 Muharram 1404 H, bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1983, dimulailah pembangunan fisik Pesantren Nahjus Salam yang diprakarsai oleh para putera Almarhum Rd. H. Jamhur Ciwaringin Tanah Sewa beserta sesepuh dan warga Sukaraja AI-Ustadz Hasanuddin. Bangunan Pesantren tersebut selesai pada akhir bulan Rajab tahun itu juga. Peresmian yang langsung diisi oleh KH Abdullah bin Nuh, Jum’at, 25 Rajab 1404 H/ 27 April 1984, dan Ahad,12-Sya’ban (lebih kurang 2 minggu setelah peresmian) dimulai pengajian di Nahjus Salam.
Di Bogor, Abdullah bin Nuh aktif melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah, dan mendidik kader-kader ulama. Dia juga menyempatkan diri untuk menghadiri pertemuan dan seminar-seminar tentang Islam di beberapa negara, antara lain di Arab Saudi, Yordania, India, Irak, Iran, Australia, Thailan, Singapura, dan Malaysia. Beliau berperan aktif dalam mensukseskan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) yang dilaksanakan di Bandung. Beliau sebagai anggota panitia dan juru penerang yang kapabel.

Perjuangan Meraih Kemerdekaan
Pada tahun1943-1945, beliau bergabung dengan pasukan PETA(Pembela Tanah Air), pada saat itu peperangan untuk memperoleh kemerdekaan RI berkecamuk. Karenanya Abdullah bin Nuh pun berjuang melawan penjajah. Beliau anggota pasukan PETA untuk wilayah Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Dan menjadi Daidanco/ Komandan (1943-1945) . Pada tahun 1945-1946 dia memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).dia menjadi anggota Komite Nasional Pusat (KNIP) diYogyakarta. Abdullah bin Nuh terus melanjutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan memimpin barisan Hizbutlah dan BKRI TKR di kota Cianjur . Beliau berjuang ingá pertengahan tahun 1945.
Pada tanggal 21 Romadhon 1363 H/ 29 Agustus 1945 M, di Jakarta dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNlP) dan sekaligus melangsungkan sidang pertamanya. Ketua KNIP ditetapkan Mr. Kasman Singodimedjo, salah seorang mantan Daidanco PETA Jakarta. Anggota KNIP diantaranya adalah AI-¬Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh. Pada tanggal 4 Juni 1946 Pemerintahan R.I. pindah ke Jogyakarta.Tanggal 29 Juni 1949 setelah tentara Belanda meninggalkan Jogyakarta, pasukan Republik Indonesia yang sedang bergerilya bersama rakyat masuk kembali ke Jogyakarta. Itu berarti bahwa, Jogyakarta kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Sejarah pertama kali mencatat, yaitu tanggai 17 Desember 1946, Bung Karno dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat dengan mengambil tempat di Kraton Jogyakarta. Kemudian diakhir tahun 1949 Pemerintah RI pindah ke Jakarta, dan saat itu pulalah AI-Ustadz Rd. H. Abdullah bin Nuh bersama ibu Mursyidah (isterinya) hijrah ke Jakarta

KH. Abdullah bin Nuh dan Masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia.
Hizbut Tahrir (HT) adalah organisasi internasional yang mempunyai tujuan menerapkan Syari’ah Islam Kaffah dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Karenanya Hizbut Tahrir mengajak kaum muslimin dimanapun mereka berada, termasuk Indonesia untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Alloh secara kaffah dalam realitas kehidupan .
HT masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an dibawa oleh ustad Abdurrahman al Baghdadi, dengan bantuan KH Abdullah bin Nuh. Beliaulah ulama yang pertama mendukung perkembangan dakwah Hizbut Tahrir. Bahkan ustad Abdurrahman al Bagdadi tinggal lama di pesantren beliau .
Peran KH Abdullah bin Nuh terhadap Hizbut Tahrir sebatas memberikan dukungan. Sekalipun demikian, apa yang dilakukan beliau cukup besar pengaruhnya terhadap perkembangan dakwah Hizbut Tahrir, karena sekitar tahun 1980-an dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia belum dikenal masyarakat dan baru dimulai. Adapun keterlibatan anak-anak beliau pada aktifitas dakwah Hizbut Tahrir tidak nampak, kecuali pada anak yang keenam Raden Haji Toto Mustafa saat kuliah di Yordania. Akan tetapi ketika kembali ke Indonesia tidak aktif lagi di Hizbut Tahrir. Justru dari keluarga kakak Abdullah bin Nuh, yaitu Raden Haji Qosim bin Nuh, banyak sekali cucu-cucunya yang aktif dakwah di Hizbut Tahrir. Bahkan diantara mereka ada yang menjadi pimpinan daerah dan pengurus HTI di daerah. Antara lain: Eri Muhammad Ridwan bin Nasikin Qosnuh bin Qosim bin Nuh sebagai Humas HTI Cianjur; Ummu Hana (menantunya) sebagai ketua DPD II Muslimah HTI wilayah Cianjur; Raden Deni bin Nasikin Qosnuh bin Qosim bin Nuh sebagai ketua DPD II HTI wilayah Sukabumi; Dan Raden Muhammad Musa Nasikin Qosnuh bin Qosim bin Nuh sebagai ketua DPD II HTI wilayah Cianjur .

Karya Tulis KH. Abdullah bin Nuh
Abdullah bin Nuh adalah ulama’ yang berwawasan luas, cakap dan produktif . Disamping beliau menyampaikan secara lisan baik sebagai dosen, atau saat berdakwah, ternyata ditengah kesibukannya, beliau juga berkarya cukup banyak, baik berbahasa Arab, Ingris, maupun bahasa sunda. Karyanya antara lain:
1. Kamus: Indonesia-Arab-Inggris yang disusun bersama Oemar Bakry.
2. Kamus Arab - Indonesia;
3. Kamus Inggris - Arab - Indonesia;
4. Kamus Arab - Indonesia – Inggris. Kamus ini sangat populer dan banyak diminati, sehingga beberapa kali dicetak ulang.
5. Kamus Bahasa Asing (Eropa), berkisar hubungan: - diplomatik politik- ekonomi, dll.
6. Al-Alam al-Islami (Dunia Islam). Buku ini berisi tentang penjelasan bahwa dunia Islam amat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan, dan dunia Islam mempunyai peradaban yang tinggi.
7. Fi Zilal al-Ka’bah al-Bait al-Haram (Di Bawah Lindungan Ka’bah). Buku ini berisi tentang Ka’bah adalah sebagai tempat pemersatu kaum muslim dibawah naungan kalimat tauhid. Perbedaan madzhab tidak boleh menjadi penghalang persatuan umat Islam. Tidak ada sektarian dalam Islam, dan tidak ada fanatisme kelompok/golongan dalam Islam.
8. La Thaifiyata fi al-Islam (Tidak Ada Kesukuan Dalam Islam). Buku ini berisi tentang ijtihad sudah ada sejak Rasulullah Saw, dan dari ijtihad ini muncul madzhab. Berpegang pada madzhab itu penting, tapi jangan sampai memecah belah antar penganut madzhab yang berbeda.
9. Ummah Wahidah (Umat yang Satu). Dalam buku ini KH Abdullah bin Nuh menegaskan bahwa pesatuan umat adalah sesuatu yang penting. Karenanya perbedaan berbagai latar belakang, suku, ras, dan budaya tidak boleh dijadikan sebagai penghalang persatuan umat.
10. Ana Muslim Sunniyyun Syafi’iyyun (Saya Seorang Islam Sunni Pengikut Syafi’i). Buku ini berisi pernyataan bahwa Abdullah bin Nuh adalah Sunni bermadzhab Syafi’i. Dan merupakan bantahan terhadap orang-orang yang menyangka Abdullah bin Nuh adalah Syi’ah .
11. Mu’allimu al-‘Arabi (Guru Bahasa Arab). Buku berbahasa Arab dan diterjemahkan dalam bahasa Sunda. Buku ini berisi tentang methode praktis mempelajari bahasa Arab.
12. Kitab Durus al Lughah. Buku pelajaran bahasa arab tentang mufradat dan methode tashrif.
13. Kitab Durus al Arabiyah. Buku bahasa Arab, terdiri dari 5 jilid, dengan sistem terjemah kedalam bahasa Indonesia, insya’, tashrif al kalimah dan tanya jawab.
14. Al-Lu’lu’ al-Mansur (Permata yang bertebaran). Buku berbahasa Arab ini merupakan kumpulan artikel KH Abdullah bin Nuh dalam bentuk prosa.
15. Cinta dan Bahagia.
16. Al Muntashar al Mahdi. Buku ini berisi tentang hadits-hadits yang kontroversial, yaitu kumpulan hadits-hadits tentang datangnya al Mahdi pada hari kiamat.
17. Keutamaan Keluarga Rasulullah Saw. Buku ini menggambarkan akhlak Rasulullah dan keluarganya, Dan Abdullah bin Nuh mengajak kaum muslim meneladaninya .
18. Sejarah Islam di Jawa Barat Hingga Zaman Keemasan Banten. Buku ini berisi tentang masuknya Islam di Jawa Barat. Dan buku ini mendapat apresiasi dari sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara.
19. Lenyepaneun (Bahan Telaah Mendalam).
20. Kitab berbahasa Sunda, karya terjemahan dari kitab Imam al-Ghazali adalah Minhaj al-Abidin (Jalan Bagi Ahli Ibadah).
21. Karya terjemahan dari kitab Imam al-Ghazali Al-Munqiz Min al-Dalal (Pembebas dari Kesesatan),
22. Al-Islam wa al Syubhah al Ashriyah (Islam dan Masalah Syubhat Kontemporer). Buku ini berisi tentang jawaban Islam atas permasalahan syubhat yang terjadi di masyarakat.
23. Islam dan Marxisme. Buku ini berisi tentang penjelasan bahwa ajaran Marxisme-Komunisme bertentangan dengan Islam. Ajaran Marxisme dibangun atas dasar keyakinan tidak adanya Tuhan, sedangkan ajaran Islam dibangun atas keimanan kepada Allah Swt. Buku ini membawa misi dakwah untuk memahamkan kepada masyarakat saat itu, tentang kesesatan ajaran Komunis. Tujuannya agar akidah kaum muslim terbentengi dari bahaya komunis.
24. Islam dan Dunia Modern
25. Risalah As-Syuro
26. Ringkasan Sejarah Wali Songo
27. Pembahasan Tentang Ketuhanan
28. Wanita Dalam Islam
29. Zakat Modern. Buku ini berisi implementasi zakat pada dunia modern, tujuannya adalah untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi masyarakat, dan meminimalisir kesenjangan sosial.
30. Akhlak. Buku berbahasa Sunda yang berisi tentang ringkasan akhlak. Diambil dari Riyadlah an Nafs, salah satu bab dari kitab Ihya’ Ulumuddin, karangan Imam Ghazali.
31. Al Mustashfa’. Buku ini berisi tentang kajian fikih Islam.
32. Dzikir. Buku ini juga berbahasa Sunda yang berisi tentang ringkasan akhlak, yang diambil dari Dzikr al Maut wa ma ba’dah, salah satu bab dari kitab Ihya’ Ulumuddin, karangan Imam Ghazali.
33. Renungan. Terjemahan dari kitab Ihya’ Ulumuddin, karangan Imam Ghazali.
34. Nushush fi Hibbah (Dalil-Dalil Hukum tentang Hibah). Buku ini berisi dalil-dalil hukum tentang hibah.
35. Diwan Ibn Nuh, berupa qasidah (118 qasidah) yang terdiri dari 2.731 bait. Semuanya digubah dalam bahasa Arab fusha (fasih) yang bernilai tinggi
36. Barahin Nuayyid Ahl al Sunnah wa al Jama’ah ( Keterangan – keterangan yang menguatkan Ahl al Sunnah wa al Jama’ah. Buku ini berisi keterangan keterangan yang memperjelas Ahl al Sunnah wa al Jama’ah.

Penutup
KH. Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama, tokoh pendidikan, Sastrawan dan pejuang kemerdekaan. Beliau termasuk ulama’ yang berwawasan luas, cakap dan produktif. Karyanya cukup banyak dan sangat bermanfaat bagi umat. KH. Abdullah bin Nuh berhasil mendirikan Yayasan Pendidikan Islam, Majlis Ta’lim, dan Pesantren.
Dalam pengembangan bahasa Arab di Indonesia jasa beliau juga patut diperhitungkan. Konribusinya antara lain menjabat sebagai Kepala Seksi Bahasa Arab pada Studio RRI Pusat, dan mendirikan RRI Jogyakarta siaran Bahasa Arab Selain itu juga aktif dalam kantor berita APB (Arabian Press Board); Dosen UI (Universitas Indonesia) bagian Sastra Arab; Lektor Kepala Fakultas Sastra dan Bahasa Universitas Indonesia. Lebih dari itu beliau juga melengkapinya dengan menulis empat buku yang berkaitan dengan pengembangan pelajaran bahasa arab. Salah satu bukunya ada yang terdiri dari lima jilid.
Di tengah kesibukannya, beliau juga menulis buku cukup banyak. Buku-buku beliau meliputi: Pengembangan pelajaran bahasa Arab; Pentingnya persatuan umat, Akhlak, Tashawwuf, Pendidikan Islam dan Menjawab problematika umat.
Demikian tulisan tentang ketokohan KH. Abdullah bin Nuh. Sosok ketokohan yang patut sebagai suri tauladan bagi kaum kaum muslimin yang mendambahkan ”Izzul Islam wal Muslimin”.

Daftar Pustaka
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung, Salamadani Pustaka Semesta, Cetakan I.
Herry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh, Jakarta, Gema Insani, 2006, Cetakan ke-2.
Ahmad Zaini Dahlan, Al Hijrah min Allah ila Allah, Bogor, Al Ihya, 1987.
Mursyidah Abdullah bin Nuh, Riwayat Hidup Almarhum Mama KH. Abdullah bin Nuh, Bogor YIC Al Ghazali, 2005, Cetakan I.
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindi Persada, 2005.
Abdullah bin Nuh, Ana Muslim Sunniyyun Syafi’iyyun, Bogor, YIC Al ghazali.
Abdullah bin Nuh, Keutamaan Keluarga Rosulullah, Semarang, Toha Putra.
Wawancara dengan Raden Eri Muhammad Ridwan, cucu dari kakak KH Abdullah bin Nuh, yaitu Raden H. Qosim bin Nuh pada hari rabu, 07 Juli 2010.
Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir, Depok, Pustaka Thariqul Izzah, 1992,
Wawancara dengan Raden Muhammad Musa, cucu dari kakak KH Abdullah bin Nuh, yaitu Raden H. Qosim bin Nuh pada hari rabu, 07 Juli 2010.