Selasa, 08 Juli 2014

HARTA PERGI TANPA PERMISI Harta yang di tangan anda adalah titipan, sementara pemiliknya suatu saat akan mengambilnya Anda tentu tidak menyangka jika rumah yang anda huni selama tiga puluh tahun tiba-tiba diporak-porandakan angin puting beliung, atau kios anda yang menjadi sumber ekonomi keluarga tiba-tiba hangus terbakar, atau perusahaan yang selama sepuluh tahun sukses dibawah pimpinan anda tiba-tiba bangkrut, atau tanaman padi yang selama tiga bulan anda rawat, tiba-tiba menjelang panen dihanyutkan banjir, atau anak istri yang anda sayangi tiba-tiba mendahului anda. Itulah harta duniawi ketika ia mau pergi tidak pernah permisi, ia datang kapan saja dan pergi kapan saja. Mudah bagi Allah untuk mendatangkan rizki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dan mengambilnya dari siapa yang Dia kehendaki. Semua itu ada hikmah yang ingin disampaikan oleh Allah kepada hamba-Nya, dan itu juga ujian, supaya mereka senantiasa kembali dan mengingatNya. Sedikitpun tiada maksud Allah berbuat dzalim terhadap mereka. Katakanlah: Wahai Allah,Engkaulah yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu ( QS.Ali Imran : 26 ) Harta kita adalah titipan, dan tentunya barang titipan itu suatu saat akan diambil pemiliknya, entah mengambilnya sekarang, besok, minggu depan, atau tahun depan, atau bahkan detik ini, itu semua terserah yang punya. Yang terpenting jangan sampai kita merasa sebagai seorang pemilik, akan tetapi hendaklah kita merasa bahwa kita hanya tempat penitipan barang. Kita hanya bisa mengatakan dengan nurani yang terdalam : Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un ( Semuanya milik Allah dan kepadaNya-lah semua itu akan kembali ). Lihatlah penitipan sandal disebuah masjid, disitu tertata rapi sandal-sandal yang banyak sekali, dari berbagai merk,mulai dari merk lokal maupun merk internasional. Tidak lama kemudian sang pemiliknya datang untuk mengambilnya. Penjaga sandal dengan ramah menyerahkan sandal itu kepada pemiliknya, ia tetap tersenyum sambil mengingatkan, “ Hati-hati ya pak..! Jangan sampai terpeleset, soalnya lantainya masih basah”. Subhanallah, ada pelajaran yang luar biasa yang dapat kita petik dari penjaga sandal tadi : 1. Sedikitpun ia tidak merasa memiliki dari sandal-sandal yang telah dititipkan kepadanya. 2. Ia ikhlas dan tersenyum saat sandal-sandal itu diambil oleh pemiliknya. 3. Ia masih menyempatkan diri untuk mengingatkan orang lain agar tidak terjatuh karena lantai yang masih basah. Mari kita belajar dari penjaga sandal yang arif tadi, agar saat harta yang dititipkan kepada kita diambil oleh pemiliknya, kita tidak merasa keberatan dan ikhlas menyerahkanya. Untuk lebih meyakinkan lagi keimanan kita, dibawah ini ada kisah teladan yang patut kita ambil hikmahnya tentang bagaimana kita menyikapi harta sebagai barang titipan, yaitu kisah Istri Abu Thalhah sebut saja Ummu Thalhah yang pandai menyikapi harta yang dititipkan oleh Allah kepadanya, yaitu berupa anak semata wayang yang didamba. Suatu ketika anaknya sakit parah dan butuh pertolongan , padahal saat itu suaminya (Abu Thalhah) berada diluar kota. Perasaan cemas pun mulai menyelimuti perasaan Ummu Thalhah karena dari hari kehari penyakit yang diderita anaknya tidak kunjung sembuh dan inalillahi wa inna ilaihi roji’un Allah mengambil nyawa Anaknya. Sebagai seorang Ibu tentu sedih saat melihat anak semata wayangnya berpulang kerahmatullah, ditambah lagi tanpa sepengetahuan suami, karena ia di luar kota. Tapi subhanallah Ummu Thalhah adalah sosok wanita teladan dalam menghadapi musibah yang besar itu. Kemudian ia berpesan kepada keluarganya agar jangan menceritakan kejadian ini kepada suaminya saat pulang nanti, khawatir kalau suaminya kaget mendadak. Walhasil, setelah suaminya pulang dari safarnya yang melelahkan, Ummu thalhah menyambutnya dengan wajah yang berseri, sedikitpun tidak tampak kesedihan akan kematian anak kesayanganya, hidangan telah disiapkan, malam hari pun telah tiba, keduanya pun melepaskan kerinduan yang terpendam. Keesokan harinya, setelah capek telah hilang, kondisi kembali fit dan bugar, dengan nada lemah lembut Ummu Thalhah mulai bercerita. Wahai suamiku… bagaimana pendapatmu..jika kita dititipi barang oleh seseorang, kemudian ia datang untuk mengambilnya? Dengan tersenyum Abu Thalhah menjawab : Ya tentu saja kita harus mengembalikanya, karena ia bukan milik kita, ia hanya sekedar titipan. Kemudian Ummu Thalhah dengan nada yang santun mulai memasuki poin pertanyaan yang inti, suamiku.. ternyata barang yang dititipkan Allah kepada kita selama ini telah diambil kembali. Abu Thalhah baru sadar bahwa anak pujaan hatinya telah diambil Allah kembali, ia hanya mampu pasrah dan ikhlas dan berharap kan ganti yang lebih baik. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah SAW, beliaupun bangga dengan ketabahan keduanya dan beliau berdo’a untuk keduanya semoga Allah mengaruniainya anak yang sholeh dan sholihah. Alhamdulillah permohonan Rasulullah SAW dikabulkan oleh Allah, akhirnya Abu Thalhah dan Ummu Thalhah tersenyum lega karena dikaruniai anak-anak yang hafizd Al-qur’an, berkat do’a Rasulullah SAW dan keikhlasan keduanya. Semakin tinggi kecintaan anda terhadap sesuatu, semakin tinggi pula perasaan anda untuk memilikinya, maka saat itu pula, semakin anda diperbudak olehnya. Cintailah sesuatu itu sekedarnya saja, dan jangan berlebihan, agar anda tidak terlalu capek dibuatnya, karena suatu saat ia akan pergi meninggalkan anda. Sadarlah mobil mewah yang anda kendarai, suatu saat akan rusak, rumah mewah yang anda tempati suatu saat akan ditinggalkan, anak istri yang anda cintai suatu saat akan berpisah, milyaran rupiah ditangan anda suatu saat akan berpindah tangan ke tangan orang lain, dan begitulah seterusnya. Semakin tinggi kecintaan terhadap sesuatu, maka semakin ia diperbudak olehnya