Sabtu, 18 Desember 2010

Sekilas Tentang Revisi Ushul Fiqh

Ditulis Oleh DR.KH. Ahmad Zain An-Najah, Lc,M.A

PENGANTAR
Akhir-akhir ini, fenomena pembaharuan mencuat kepermukaan bersamaan dengan bermulanya era reformasi. Reformasi sekarang bukan terbatas pada reformasi pembangunan bangsa dengan memperbaiki ekonomi, kebudayaan, dan sosial saja, akan tetapi meluas dan menembus peradaban dan agama.
Berhubung dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, dan terjadinya gesekan peradaban yang menglobal, khususnya pada era globalisasi, tentunya para agamis juga tertuntut untuk memperbaharuhi ajaran agamanya. Agama Islam yang ajarannya tentunya selalu luwes dan up to date dengan perkembangan zaman, yang sementara ini dinilai oleh sebagian kalangan masih bersifat kaku dan jumud.
Di berbagai tempat mulai tumbuh generasi yang mulai sadar akan arti reformasi dan tajdid. Mereka menginginkan pembumian ajaran Islam. Mereka mencoba menerapkan ajaran Islam dalam kontek lokal. Mereka juga berusaha menafsirkan pesan- pesan yang ada dalam Al Quran dan Al Hadits agar sesuai dengan keadaan yang ada.
Usaha- usaha tersebut patut disyukuri, karena sebagai seorang muslim tentunya menginginkan agar ajaran Islam ini mampu menghantarkan bangsa dan umat manusia ini kepada kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi perlu diingat bahwa untuk mencapai sebuah cita-cita dan tujuan, seseorang harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan di tengah-tengah perjalanannya nanti. Dia harus menpersiapkan bekal dan modal, dia harus mempunyai pengetahuan tentang jalan yang dituju , sarana yang mengantarkannya, serta cara menggunakannya, sehingga tujuan yang dicita-citakan selama ini bisa tercapai.
Jadi, modal semangat saja tidak cukup. Tanpa disertai dengan penguasaan ilmu yang mapan, usaha- usaha pembaharuan dan tajdid hanya akan menemui jalan buntu, bahkan sebaliknya, bukan tajdid dan penyegaran yang di dapat, akan tetapi justru kerusakan-lah yang terjadi. Begitu juga seorang dokter, yang ingin melakukan operasi pada pasiennya yang sedang menderita penyakit akut, dia harus mempunyai keahlian dan keilmuan yang matang tentang operasi dan penyakit yang diderita pasien tersebut. Tanpa itu, berarti dia telah bertindak sembrono , karena bisa mengakibatkan melayangnya nyawa pasien tersebut. Jika dokter tersebut mempunyai ilmu dan pengalaman yang mapan dan matang dan telah “ berusaha “ dengan sekuat tenaga dan secara sungguh- sungguh untuk menyelamatkan nyawa pasien, kemudian tiba-tiba berakhir dengan kematian, maka insya Allah, dokter tersebut akan mendapatkan pahala , karena kesungguhannya, walaupun dia tidak berhasil. Lain halnya, jika yang melakukan pembedahan adalah seorang petani, atau sopir taksi yang tidak mengetahui kedokteran dan ilmu bedah sama sekali, maka dia akan berdosa, bahkan mungkin akan dipenjara, karena gegabah dalam bertindak dan tidak mau menyerahkan urusan tersebut kepada para ahlinya.
Begitulah kira-kira permisalan tentang pentingnya ilmu agama. Melakukan pembaharuan agama atau berfatwa tentang agama tanpa mempunyai bekal yang cukup dan tanpa mengindahkan aturan-aturan main yang telah disepakati oleh para ulama, tidak hanya menyebabkan kematian seseorang, tapi lebih dari itu, akan menjerumuskan masyarakat secara keseluruhan ke dalam pemahaman yang keliru dan berakibat fatal.
Ushul Fiqh adalah salah satu ilmu yang sangat diperlukan oleh siapa saja yang mempunyai kepentingan di dalam proses pengambilan hukum dalam Syareat Islam. Seorang pembaharu agama dituntut untuk memahami ilmu ini dengan baik. Para ulama telah meletakkan ilmu Ushul Fiqih ini sebagai bekal untuk menjawab setiap permasalahan yang akan terus mencuat dan berkembang sesuai dengan perubahan waktu dan tempat. Jadi, Ushul Fiqih ini, selain telah mampu menjawab berbagai masalah yang terjadi pada masa silam dan pada saat ini, juga dipersiapkan untuk generasi masa depan. Ushul Fiqh ini adalah ilmu yang tidak pernah lekang dan rapuh sepanjang masa.
Maka tidak berlebihan jika kita nyatakan bahwa ilmu Ushul Fiqih ini menduduki poros terdepan di dalam gerakan pembaharuan masa kini. Garda terdepan di dalam membela kepentingan umat dalam koridor ajaran agama Islam yang anggun dan penuh dengan rahmat dan berkah ini. Semoga tulisan sederhana ini, bisa dijadikan bekal awal di dalam melakukan reformasi dan pembaharuan di dalam segala bidang dan sektor kehidupan Bangsa dan Negara, karena semua itu tidak bisa terlepas dari ajaran Islam ini, semoga.
ME- REVISI ULANG KAJIAN USHUL FIQH
Kenapa ushul fiqh perlu direvisi kembali ? Ya, karena Ushul Fiqh pertama kali dimunculkan sebagai salah satu bidang keilmuan pada abad kedua Hijriyah. Artinya ilmu ushul fiqh ini sudah berumur 13 abad lamanya.
Kalau kita telusuri perjalan dan perkembangan ushul fiqh dari waktu ke waktu selama 13 abad tersebut, ternyata telah terjadi perubahan-perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi metodolgi penulisan , maupun dari segi materi pembahasan ushul fiqh itu sendiri.
Kita dapati, umpamanya, Imam Syafi’ di dalam ” Ar Risalah ” –nya yang juga dikatagorikan sebagai peletak batu pertama dalam sejarah ushul fiqh, menulis tentang ushul fiqh dengan metodologi yang masih sangat sederhana dan jauh dari sistematis, namun isinya sangat padat dan berbobot. Kemudian buku “Ar Risalah ” yang masih sangat sederhana tersebut dikembangkan oleh ulama Syafi’yah, seperti Imam Haramain ( 478 H ) , Imam Ghozali ( 505 H ) , dan di susun secara lebih sitematis dan apik oleh Imam Fakhru Rozi ( 606 H ) . Kemudian dikembangkan oleh Imam Qarafi ( 687 H ) dari ulama Malikiyah.
Di sisi lain, para ulama Hanafiyah, seperti Abu Mansur Al Maturidi ( 333 H ) , Abu Hasan Al Karkhi ( 340 H ) , Abu Bakar Al Jashos, Al- Dabusi ( 430 H ) Al Bazdawi, As Sarakhsi ( 483 H ) , dan An Nasfi ( 710 H ) telah menyusun ushul Fiqh dengan metodologi tersendiri.
Disamping itu, terdapat beberapa ulama mutakhirin yang menulis ushul fiqh dengan cara menggabungkan dua metodologi di atas, seperti Imam Qarafi, Imam As Subki, Imam Ibnu Qoyim ( 751 H ) , Imam Syatibi, Imam Syaukani dan lain-lainya.
Kemudian pada abad ke 15 H sekarang ini, setelah melalui modifikasi dan perkembangan selama 13 abad lamanya, bermunculan buku- buku ushul fiqh yang metodogi penulisannya menggunakan pendekatan- pendekatan tertentu seperti pendekatan yang memudahkan para penuntut ilmu, atau yang menekankan pada penelitian, atau yang cenderung kepada studi komperatif , ataupun yang cenderung untuk mengambilkan fungsi awal ushul fiqh yang digunakan untuk memahami Al Qur’an dan Hadist.