Kamis, 27 Mei 2010

SURGA DIBALIK JERUJI

SURGA DIBALIK JERUJI


Ibnul Qayim bercerita tentang gurunya, Ibnu Taimiyah: “sungguh aku pernah mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “sesungguhnya di dalam dunia ada sebuah surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan bisa memasuki surga akhirat.”

sesungguhnya di dalam dunia ada sebuah surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan bisa memasuki surga akhirat.” Ibnu Taimiyah
Pada suatu hari ia juga bercerita kepadaku, “apa yang yang akan dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya surgaku dan tamanku ada di dalam dadaku. Kemanapun aku pergi ia selalu bersamaku. Sungguh penjaraku adalah khalwat (menyepi)ku bersama Allah, kematianku adalah kesyahidan, dan pengusiran diriku dari negeriku adalah tamasya.”

Dalam penjaranya di sebuah benteng, Ibnu Taimiyah berkata, “jika benteng bersama isinya ini diganti dengan emas, tentu itu tidak imbang dengan nilai syukurku kepada Allah atas nikmat ini.” Atau dengan ungkapan lain, pahala kebaikan dari ibadah yang dilakukannya di dalam benteng penjaranya tidak bisa diukur dengan banyaknya kemewahan dunia.

Dalam sujud di tempat penjaranya, beliau berdoa, “Ya Allah mudahkanlah diriku untuk berdzikir kepadamu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbagus ibadah kepada-Mu.” Kemudian beliau berkata kepadaku, “penjara adalah untuk orang yang ingin memenjarakan hatinya hanya buntuk Allah, sedangkan istana adalah untuk orang yang ingin mengumbar nafsunya.”

Ketika Ibnu Taimiyaha sudah ke dalam benteng penjara dan ia melihar pagar tembok tinggi yang memagarinya, maka ia membaca ayat Al Qur’an,

فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

“lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di bagian dalamnya ada rahmat dan di bagian luarnya ada adzab.” (QS. Al Hadid: 13)

Demi ilmu Allah, dan aku tidak melihat seseorang pun yang hidupnya lebih bahagia daripada Ibnu Taimiyah, walaupun ia berada pada sempitnya penghidupan, tiadanya kesejahteraan dan kenikmatan. Justru aku melihat kebalikannya. Memang ia berada dalam penjara, intimidasi dan siksaan, namun ia adalah manusia yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling kuat hatinya dan paling tenang jiwanya sampai kebahagiaan dan kedamaiannya memancarkan cahaya di wajahnya.

Demi ilmu Allah, dan aku tidak melihat seseorang pun yang hidupnya lebih bahagia daripada Ibnu Taimiyah, walaupun ia berada pada sempitnya penghidupan, tiadanya kesejahteraan dan kenikmatan.
Jika kami dihantui ketakutan dan dihimpit urusan dunia, maka kami datang kepadanya. Tatkala kami melihatnya dan mendengarnya petuahnya, maka hilanglah segala ketakutan dan kehinaan. Setelah itu kami menjadi bahagia, kuat, yakin, dan tenang. Mahasuci Allah yang telah menunjukkan surga kepada hamba-hamba-Nya sebelum mereka bertemu dengan-Nya. Maha Suci Allah yang telah membukakan pintu-pintu surga di dunia sehingga mereka merasakan kedamaian, kebahagiaan, dan kebaikan selama mereka terus berusaha dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya.” (Al Wabilush Shayyib, karya Ibnul Qayim, hal. 63)