Minggu, 20 Mei 2012

Lesbian Dan Pengaruhnya Terhadap Ibadah dan Muamalah

Oleh : Dr. Ahmad Alim, Lc,M.A

Akhir-akhir ini masalah lesbian telah menarik perhatian masyarakat luas, baik dari  kalangan media,akademisi, pengamat politik, bahkan menjadi topik hangat dalam kampanye Obama, Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasan ini  telah menjadi semacam topic of the day yang tercermin dalam  diskusi atau seminar forum-forum akademik intelektual, orasi ilmiyah, bahkan merambah sampai ke hotel, kantor-kantor , atau tempat-tempat yang pada awalnya asing dengan  segala hal yang berbau topik ini.
Oleh karena itu penting kiranya, kita membahas topik ini dalam persepektif hukum Islam dan ijtihad para ulama.




A.      Definisi Lesbian
Istilah  lesbian dalam  Lisaanul ‘Arab  disebut   اَلسَّحْقُ  yang artinya ialah lembut dan yang halus, kemudian  kata ini berkembang darinya  istilah   مُسَاحَقَةُ النِّسَاءِ  yang berarti hubungan badan yang dilakukan oleh dua orang wanita sebagaimana yang dilakukan oleh kaum luth(gay).[1] Sebagian ulama seperti Imam Alusy menyamakan antara sihaq(lesbi) dengan perilaku kaum luth (gay), karena illah (alasan) perbuatannya sama, yaitu penyimpangan seksual yang dilaknat oleh agama.[2]
Kedua perilaku menyimpang ini, baik lesbi dan gay sama-sama dikutuk oleh Islam. Oleh karenanya Rasulullah telah memberikan peringatan kepada umatnya agar menjauhi perbuatan ini. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth”.(HR. Ibnu Majah : 2563). Dalam hadist yang lain, Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)”. (HR Nasa’i,No. 7337)
B.      Hukum Lesbian
Ulama telah sepakat bahwa praktek lesbi adalah haram secara mutlak, dan tidak ada khilaf diantara mereka dalam masalah ini, bahkan perbuatan ini disebut sebagai zina perempuan(زِنَى النِّسَاءِ). Hal itu berdasarkan sabda Nabi salallahu alaihi wasallam,
" السحاق زنى النساء بينهن ".
Praktek lesbi adalah zina perempuan diantara mereka.[3]
Dalam hadist yang lain, Nabi salallahu alaihi wasallam bersabda,
إِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِ
Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya berzina.[4]

Menyimpulkan hadist tersebut, Ibn Hajar menggolongkan perbuatan lesbian ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia, dan  pelakunya termasuk dalam  kategori pelaku  dosa-dosa besar yang mewajibkan baginya untuk segera bertaubat kepada Allah.[5]
C.      Hukuman Bagi Pelaku Lesbi
Ulama telah sepakat bahwa hukuman bagi pelaku sihaq (lesbi) adalah ta’zir, dimana pemerintah yang memiliki wewenang untuk menentukan hukuman yang paling tepat, sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram ini. Ibn Qayyim berkata dalam Al-Jawab Al-Kafi sebagaimana berikut :
وَلَكِنْ لاَ يَجِبُ الْحَدُّ بِذَلِكَ لِعَدَمِ الإِيْلاَجِ، وَإِنْ أُطْلِقَ عَلَيِهِمَا اسْمُ الزِّنَا الْعَامُ
Akan tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak adanya ilajj walaupun disematkan kepada keduanya (yakni homo dan lesbi) nama zina secara umum.[6]
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan :
وَإِنْ تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ، فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ; لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، فَهُمَا زَانِيَتَانِ. وَلا حَدَّ عَلَيْهِمَا لأَنَّهُ لا يَتَضَمَّنُ إيلاجًا يعني الجماع. فَأَشْبَهَ الْمُبَاشَرَةَ دُونَ الْفَرْجِ، وَعَلَيْهِمَا التَّعْزِيرُ. انتهى
Apabila dua perempuan saling bergesekan (lesbi), maka keduanya adalah berzina yang dilaknat, karena telah diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda :” jika perempuan mendatangi perempuan, maka keduanya adalah berzina”. Keduanya tidak dihadd, karena tidak adanya ilajj yaitu jimak. Maka hal itu serupa dengan mubasyaroh ( مُبَاشَرَةٌ )tanpa farji dan keduanya harus dita’zir.[7]
Apabila hukuman  ta’zir tersebut tidak terlaksana di dunia, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan di Akhirat. Dalam hal ini Allah berfirman :

وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَقُّ
Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 34)

D.     Pengaruh Praktek Lesbian Terhadap Ibadah dan Muamalah
a.       Legalisasi lesbian melalui media,buku,seminar, adalah merupakan bentuk kekufuran dan pemurtadan, dan itu oleh Rasulullah salallahu alaihi wasallam disebut sebagai “Duat Ila Abwabi Jahanam” (mengajak kepintu jahanam). Beliau bersabda:
قال رسول الله  : (دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ, مَنْ أَطَاعَهُمْ قَذَفُوْهُ فِيْهَا)
          "Para penyeru menuju pintu neraka jahanam, barangsiapa yang taat kepada mereka niscaya mereka menjerumuskannya di dalamnya."[8]

b.      Pernikahan lesbian termasuk dalam kategori nikah sejenis dan hukumnya batal dan tidak sah secara hukum Islam karena telah keluar dari Al-Maqasid Al-Syar’iyyah Al-Kubra yaitu hifdz al-nasl (melestarikan keturunan).[9]
c.       Perilaku lesbi dapat membatalkan wudhu. Imam Malik berkata :
لَمْسُ امْرَأَةٍ لأِخْرَى بِشَهْوَةٍ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ، لأِنَّ كُلًّا مِنْهُمَا تَلْتَذُّ بِالأْخْرَى
Menyentuh wanita sesama wanita jika diiringi dengan syahwat, maka hal itu dapat membatalkan wudhu, karena keduanya saling merasakan kenikmatan birahi.[10]
d.      Pelaku lesbiditolak  kesaksiaannya di pengadilan, karena termasuk wanita yang fasik. Sebagaimana yang telah maklum bahwa syarat menjadi saksi adalah adil(al-a’dalah), sementara perilaku sihaq (lesbi) mengeluarkan pelakunya dari sifat Al-adalah menuju kefasikan sehingga persaksian tidak sah dengan sifat fasik yang melekat padanya.[11]
e.       Pelaku sihaq (lesbi) dilarang memandang dan bergaul dengan  wanita muslimah, sebagaimana laki-laki yang memandang wanita yang bukan mahramnya, karena dikhawatirkan terjadinya fitnah.[12]
f.        Wajib mandi. Yakni jika pelaku sihaq (lesbi) tersebut terjadi inzal (keluar mani) maka baginya kewajiban untuk mandi hadast besar.[13]
g.       Membatalkan puasa. Yakni praktek sihaq ini dapat membatalkan puasa jika terjadi inzal(keluar mani), dan baginya wajib membayar kafarat puasa ramadhan.[14]

















[1] - Ibn Mandzur, Lisan Al-A’rab, Madah : (سحق)
[2] - Alusy, Ruhul Ma’ani, Volume VIII, hlm. 172-173
[3] - Hadist ini dikeluarkan oleh Khathib Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Pustaka Dar Al-Sa’adah, Vol.IX,hlm.30
[4] - Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, Dar Al-Ma’rifah,1997, hlm.177
[5] - Ibn Hajar, Al-Zawajir A’n Iqtiraf  Al-Kaba’ir, Mesir : Al-Azhariyyah Al-Mishriyyah,1325H, Vol.2,hlm.119
[6] - Ibn Qayyim, Al-Jawab Al-Kafi, Dar Al-Ma’rifah,1997, hlm.177
[7] - Ibn Qudamah,Al-Mughni, Vol.10, hlm.162
[8]  Al-Bukhari 3606, 7084 Muslim 1847
[9] - Izz Al-Din Abd Al-Salam, Al-Qawaid Al-Kubra,Damaskus : Dar AL-Qalam,hlm.15
[10] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.I, hlm.99
[11] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.IV, hlm.238
[12] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.V, hlm.238
[13] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.I, hlm.107
[14] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.2, hlm.100