RASUL PUN MENANGIS
Ketika Rasulullah SAW melihat putra kesayangannya Ibrahim wafat, terlihat tetesan air mata membasahi kedua pipinya yang mulia. Para sahabat bertanya : Engkau pun menangis Ya Rasulallah ? Beliau menjawab ini adalah air mata rahmat, orang mukmin selalu berada pada kebaikan,keluar jiwanya dari kedua lambungnya, sedangkan ia dalam keadaan memuji Allah. ( HR. Ibnu Hibban)
Ketika Sahabat Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari memperlihatkan kedua tangannya yang melepuh karena memecah bongkahan batu sebagai mata pencahariannya, Rasulullah SAW pun terlihat meneteskan air matanya. Kemudian beliau memegang tangan kasar itu dan menciuminya, seraya berkata : “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka”.
Ketika Ja’far panglima Rasul dalam perang Mu’tah gugur sebagai suhada’, dengan tubuh yang tercabik-cabik oleh pedang, panah dan tombak, dan lumuran darah yang berceceran, kucuran air mata pun deras membasahi pipi beliau.
Ya, Rasul pun menangis seperti manusia lainnya, namun tangisan Rasulullah disini, bukanlah tangisan yang mengajarkan kepada kita supaya cengeng ataupun putus asa dihadapan musibah, akan tetapi tangisan beliau adalah air mata kelembutan dari ungkapan hati yang terdalam, dan ketulusan kasih sayang beliau terhadap sesama, serta kepekaan beliau terhadap penderitaan orang lain.
Ya begitulah, terkadang air mata keluar untuk mengurangi beban kita, melegakan sesak nafas kita, dan melepaskan kepenatan hati kita. Mungkin bisa dikatakan bahwa antara air mata dan kesedihan sangatlah dekat, ia seperti kawan akrab yang tidak bisa dipisahkan.
Mungkin ada saatnya anda menangis, ketika orang yang selama ini anda cintai telah pergi. Namun tidak untuk meratapinya atau menyesalkannya, karena walau bagaimanapun, tangisan itu tidak mampu menghidupkan yang sudah mati.
Mungkin ada saatnya pula anda menagis, ketika mengingat dosa-dosa yang lalu. Seraya bertanya mengapa masa mudaku habis untuk bersenang-senag dalam jeratan dosa? Mengapa seiring dengan berkerutnya wajahku, dosa-dosaku tak kunjung berhenti? Mengapa ampunan Allah, aku sia-siakan begitu saja? Mengapa aku tertawa terbahak-bahak saat terjebur di dalam kubangan dosa?
Ya, gunakanlah kata “ Mengapa” berulang kali, agar kita bisa menangis. Menangis sekarang lebih baik daripada menangis besok dihadapan timbangan amal, saat dihisab nanti. Menyesali sekarang lebih baik daripada menyesal besok yang tanpa ujung dihadapan Jahanam.
Mungkin ada saatnya pula kita menangis, ketika mendengar ayat-ayat yang menerangkan tentang adzab dibacakan, sebagaimana Nabi SAW sangat senang sekali mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang keluar dari lisan Ibnu Mas’ud, saat dibacakan dengan khusyuk beliau menikmati dan menyimaknya, tak lama kemudian perlahan-lahan terlihat air matanya terkumpul di sudut matanya dan meleleh membasahi pipi beliau, seraya berkata : “Cukup ya Ibnu mas’ud!”.
Mungkin ada saatnya pula kita menangis ketika mengingat kematian dan apa yang akan terjadi setelahnya. Apakah kita sudah siap, ataukah belum? Sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Usman bin ‘Affan, dimana beliau selalu menangis disaat melintasi kuburan, sampai air matanya membasahi janggutnya, ketika ditanya, “Mengapa engkau menangis saat melintasi kuburan, padahal saat mendengar tentang surga dan neraka, engkau tidak menangis?”. Usman menjawab,” Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya kuburan itu tempat persinggahan pertama menuju akhirat, jika selamat dari tempat itu, maka selanjutnya akan lebih mudah untuk selamat. Dan jika tidak selamat dari tempat itu, maka tempat sesudahnya akan akan lebih dahsyat”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim ).
Ya begitulah, terkadang kita perlu untuk belajar menangis, yaitu bukan tangisan cengeng atau meminta belas kasihan manusia, akan tetapi tangisan yang mengandung makna, yang melembutkan hati kita, ungkapan empati kita terhadap penderitaan orang lain. Itu semua adalah tangisan yang mendekatkan kita kepada rahmat Allah.
Terkadang kita harus bertanya pada diri sendiri, mengapa kedua mata ini sulit untuk meneteskan air mata? Mengapa masih ada tertawa disaat orang lain menangis?. Ternyata penyebabnya adalah salah kaprah kebiasaan kita yang dibangun diatas sendagurau dan canda tawa yang berlebihan. Dan kita juga terlalu sering mengkonsumsi komedi sebagai hiburan untuk setiap harinya, padahal didalamnya kita dilatih untuh melecehkan orang lain dengan kata-kata jorok lagi hina. Kita mengidolakan tokoh-tokoh dagelan yang moralnya dipertanyakan, kita rela mengeluarkan jutaan rupiah untuk membeli literatur yang membuat kita terpingkal-pingkal.
Ya, tertawa yang berlebihan ternyata mengeraskan hati dan membutakannya, mungkin seandainya ditampakkan di hadapan kita kedzaliman-kedzaliman yang telah kita perbuat tentu tangisan kita lebih banyak dari pada tertawa kita.
Sekali lagi, mari kita belajar menangis di tengah gelak-tawa, belajar menangis di tengah kubangan dosa-dosa kita, belajar menangis di saat hati ini mulai mengeras karena jauh dari mengingat pesan-pesan Allah. Akankah kita tertawa sesaat, dan menangis untuk selamanya?
لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيرا
“Seandainya kalian tahu apa yang aku tahu, pasti kalian sedikit tertawanya dan banyak menangisnya”.(HR. Waki’ bin Jarrah)